PEMBAHASAN PERKEMBANGAN dan ORGANISASI
LSM
2.1 Paradigma Pembangunan dan Pertumbuhan
Organisasi di Masyarakat
Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran
berharga bagi bangsa Indonesia. Pembangunan dimasa Orde Baru yang dilaksanakan
dengan pendekatan top-down dan sistem
sentralitis terbukti tidak berhasil baik di bidang sosial maupun politik
meskipun dibidang ekonomi cukup menggembirakan. Implementasi pendekatan dan
sistem pembangunan tersebut lebih memobilisasi masyarakat dalam pembangunan,
bukan partisipasi. Oleh karena itu, mesyarakat semakin bergantung pada input
pemerintah sehingga membuat masyarakat menjadi kurang percaya diri, tidak
kreatif, dan tidak inovatif.
Secara politik, dengan peendekatan top-down dan sistem sentralisasi tersebut, hak-hak masyarakat terserap
kepentingan pemerintah. Pemikiran kritis dari masyatrakat sebagai pengendali,
kebijakan pemerintah diharapkan tidak muncul. Dampak negatif kebijakan tersebut
adalah memudarnya sejumlah lembaga tradisional dan intrevensi pemerintah yang
terlalu jauh pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Reaksi terhadap pendekatan pembangunan tersebut
adalah munculnya diskusi tentang Civil Society
di kalangan perguruang tinggi maupun organisasi non pemerintah (LSM).
Wacana Civil Society ini
tampaknya mendorong para penyelenggara
negara untuk menerapkan pendekatan baru, yaitu kebijakan pembangunan yang
berpihak pada kebutuhan rakyat, terutama demokratisasi dan hak asasi manusia.
Berbagai seminar, semiloka, dan Workshoop
dilaksanakan oleh berbagai pihak untuk memutuskan model pembangunan yang
berbasis konsep Civil Society tersebut.
Terkait dengan wacana Civil Society, pemikiran bangsa yang demokratis dimulai dari bawah
atau dari masyarakat Akar Rumput.
Berdasarkan pengalaman masa lalu, masyarakat Akar Rumput tersebut telah melaksanakan praktek-praktek demokrasi
yang benar. Dengan demikian, apabila bangsa Indonesia menghendaki terwujutnya pembangunan
demokrasi, maka pembelajaran kembali tentang kearifan lokal yang tumbuh dan
berkembang pada masyarakat Akar Rumput perlu
dilakukan.
Secara teoritis, konsep “pembangunan” memiliki
banyak definisi, pendekatan, dan pergeseran makna. Pendekatan “Economic Well Being”, pendekatan “Minimum Acceptable Standard of Living”,
serta pendekatan yang disesuaikan dengan nilai yang dianut oleh para politisi
dan cendikiawan suatu negara pada waktu tertentu merupakan ragam pendekataan
yang ada (Efendi, 1989). Namun semua pendeekatan tersebut gagal menghasilkan
kondisi yang dicita-citakan. Penyebabnya adalah orientasi pencapaian hasil,
dalam waktu sesingkat-singkatnya, kurang mengutamakan pada proses, serta
orientasi kepemimpinan publik dan manajemen pelayanan publik yang tidak
beerorientasi kepada rakyat.
Dari sekian
banyak kelemahan paraadigma pertumbuhan, pengabaian aspirasi rakyat merupakan
kelemahan dasar. Pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai diharapkan menetes
perlahan-lahan kebawah. Namun hasil nyatanya adalah ketimpangan (Efendi, 1989).
Sejak awal tahun 1970-an, daftar kelemahan paradigma pertumbuhan telah dirinci
oleh para ahli politik ekonomi, dengan menunjukkan bahwa pertumbuhan hanyalah
bagian dari pembangunan. Pembangunan harus berarti pemenuhan kebutuhan pokok,
seperti kesempatan kerja dan berusaha, pemberantasannkelaparan dan kekurangan
gizi, pemeliharaan kesehatan, serta penyediaan air bersih dan perumahan. Oleh
karena itu, negara-negara berkembang merekonendasikan untuk mengeser paradigma
pembangunannya ke “Paradigma Basic Needs”.
Paradigma pembangunan model ini, memang
lebih berorientasi pada kebutuhan pokok, padat karya, bersekala kecil, bertumpu
pada sumber regional, berpusat pada desa dan teknologi tepat guna.
Pertumbuhan baru dinilai berhasil apabila hubungan
antara manusia dengan sumber-sumber tersebut menciptakan keharmonisan dalam
kehidupan manusia itu sendiri. Peran pemerintah tidak boleh lagi dominan.
Pemerintah tidak boleh lagi berperan sebagai pemborong yang aktif memupuk
modal, sehingga semua perencanaan dan kebijakan berasal dari bawah ke atas.
Sebaliknya, pemerintah haarus berperan sebagai enabler atau fasilitator dalam mengajak masyarakat untuk bersama-sama hidup,
bekerja dan belajar, serta mendorong masyarakat kearah kemajuan dengan memberi
contoh. Perencanaan dan pembuatan kebijakan tidak lagi bersifat top-down atau Bottom-up, tetapi bersifat Transactive
planning, yaitu perencanaan pembangunan dilakukan melalui kebijakan yang
demokratis, dimana birokrasi melaksanaakan perencanaan itu bersama-sama rakyat
dan manajemen dipraktikkan dengan cara partisipatif.
Pada kenyataannya, Indonesia masih dalam tahap
menuju transactive planing, di mana
di era otonomi ini partisipasi masyarakat mulai mendapatkan tempat dalam arti
yang sebenarnya. Ketika masih menggunakan pendekatan top-down, masyarakat sulit untuk mengespresikan pedapatnya sehingga
pertumbuhan organisasi masyarakat tidak berkembang. Sedangkan pada pendekatan bottom-up, partisipasi menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam pengambilan kebijakan, sehingga pertumbuhan
organisasi dalam masyarakat semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
kesadaraan politik masyarakat tentang kontribusi terhadap pembangunan.
2.2 Filosofi Lahirnya Konsep Civil Society
“Civil Society” merupakan sebuah konsep
yang luar biasa yang mempunyai karakter ambiguitas atau elastisitas, sehingga
aplikasinya harus didahukui dengan pendefinisian konsep tersebut. Sering kali
dengan cara yang mudah, “Civil Society”
di anggap sebagai “sektor ketiga” yang berbeda dengan pemerintah atau
perusahaan. Menurut pandanggan ini, “Civil
Society” menunjuk pada sifat dasar “intermediary
institutions” atau lembaga perantara seperti asosiasi profesi, kelompok
religius, kelompok buruh, serta organisasi advokasi masyarakat dimana
beragamnya masyarakat akan meningkatkan partisipasi publik dalam kehidupan
demokratis.
Namun, definisi tersebut belum memecahkan
definisi ideal dari “Civil Society”.
Pers yang independen, merupakan elemen dasar dalam “Civil Society”. Namun, terikat dengan hal tersebut, kebanyakan
surat kabar dan stasiun TV berjalan sebagai bisnis dan mencari keuntungan. Jadi
pemilihan bagian “Civil Society” atau
“Sektor Ketiga” dengan bagian dunia
komersial perlu ditampakkan.
Permasalahan kedua terkait dengan konsep
“Civil Society” adalah apakah tujuan
dan deskripsi yang tepat tentang “sektor ketiga organisasi masyarakat”. Apakah
konsep “Civil Society” terkait dengan
nilai komitmen pada demokrasi dan nilai kesetaraan bagi seluruh masyarakat di
mata hukum atau, pertanyaan yang lebih sulit dari pada nilai: Apakah idealitas
“Civil Society” akan konsisten dengan
subtansi subsidi negara dalam jumlah yang besar keorganisasi tersebut, apakah
ada tipe dari “Civil Society” antara
Amerika dan Eropa (atau Prancis, Swedia, dan Jerman).
2.2.1 Konsep Civil Society di Negara Barat
Di Dunia Barat, pendefinisian “Civil Society” sangat beragam. David Held, pakar sosiologi
mendefinisikan “Civil Society”
sebagai kumpulan karakter yang berada dalam bidang kehidupan sosial di dunia
domestik, lingkunagan ekonomi, aktivitas budaya, dan interaksi politik yang di
atur oleh pihak swasta atau sukarela antara individu dan kelompok di luar
kendali negara. Beberapa ahli menyatakan bahwa sejumlah “Civil Society” yang terkait dengan interaksi secara politis tidak
bisa terbagi, bahkan bersifat khusus. Jurgen Habermas menyebut sebagai
“lingkungan publik”. Kedua, definisi politis yang secara normatif overlapping dalam kerangka sosiologis,
menyatakan bahwa lingkungan publik harus diperkuat pembiayaannya. Pandangan ini
secara konservatif, mempunyai penekanan pada aspek legalitas, kepemilikan
privat, pasar, dan kelompok kepentingan. Dengan pemberdayaan kelompok, dugaan
atau keegoisan elit atas dasar dapat dicegah. Definisi ketiga adalah definisi
klasik, St. Augustine menggambarkan “Civil
Society” sebagai kkumpulan orang yang mempunyai pengakuan umum tentang hak
dan kepentinagan suatu komunitas.
Di negara demokratis, yang modern, sebuah budaya
politik atau ciri kepribadian yang jelas sangat dibutuhkan keberadaannya.
Terkait dengan hal ini, orientasi atau kondisi lain, yang secara hipotesis akan
dibutuhkan untuk menghasilkan “Civility”
telah dikembangkan. Masyarakat modern membutuhkan:
1. Pertimbangan
homogenitas budaya.
2. Hubungan
yang ramah dan terpercaya antar anggota masyarakat.
3. Kesadaran
politik.
4. Asumsi
realisasi nilai moral suci yang tergantung sebagian pada kinerja moral politik.
5. Politik
yang tidak dapat hanya berputar pada kisah masa lalu terikat kejayaan,
penderitaan, perjuangan, dan cita-cita saat ini.
6. Sudah
terjalin prinsip pada gagasan akuntabilitas, yaitu sebuah gagasan umum tentang
“Civility”.
7. Akuntabilitas
telah dijalankan dengan dasar legalitas Quentin
Skinner yang memperlihatkan kebagkitan Dunia Barat lima abad yang lalu.
8. Civility memerlukan apa
yang Sunil Khilnani sebut dengan legitimasi politik, “a terrain upon which competing claims may be advanced and justtified ”
Apabila konsep civility
Barat berstandar pada pendekatan bottom-up,maka
konsep ini akan cenderung praktis. Gagasan ini dapat dikenali dari struktur
masyarakat zaman sekarang, yang disebut Hegel, sebagai kehidupan sosial yang
mundur dan perlu dibangun. Namun pada sisi lain struktur sosial ini tidak
sempurna secara moral.
2.3 Kategori Civil Society Organization
Inti dari penafsiran definisi “Civil Society” adalah organisasi
masyarakat yang independen, tidak menjadi bagian formal, serta state apparatus sebagai perwujudan dan
atau pewadahan budaya dan hak masyarakat. Jadi masyarakat sipil dapat diklasifikasikan
sebagai popular organization (organisasi
massa/rakyat), organisasi profesi (pers
dan lain-lain), NGO/LSM, dan organisasi akar rumput yang berbasis
pada ruang tertentu (spasial seperti RT, Desa, dan sebagainya). Secara umum
komunitas diatas dapat dikategorikan menjadi dua, yaitukomunitas fungsional dan komunitas spasial. Komunitas fungsional ditandai
dengan hubungan-hubungan sosial tanpa dibatasi oleh ruang, sementara komunitas
spasial memiliki batas ruang yang jelas dan teradministrasi dengan ketat.
2.3.1 Popular Organization (Organisasi
Massa/Rakyat)
Di Indonesia berbagai organisasi
masyarakat atau organisasi rakyat lahir disepanjang dekade, di mana yang
terbesar adalah Muhamadiyah dan Nahdatul Ulama. Menurut UU No.8/1985 mengenai
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), semua organisasi Kemasyarakatan harus
melapor dan mendaftar pada DDN serta harus berazaskan Pancasila, karena dasar
negara ini telah diputuskan sebagai satu-satunya azaz bagi organisasi
kemasyarakatan dan organisasi sosial dan politik.
2.3.2 Organisasi Profesi
Organisasi
profesi merupakan sekumpulan individu yang bergabung berdasarkan persamaan
profesi. Keberadaan organisasi ini sangat banyak di Indonesia, seperti
organisasi advokat, Persatuan Guru Republik Indonesia, Ikatan Akuntan
Indonesia, dan Ikatan Dokter Indonesia.
2.3.3 NGO/LSM
Pengertian umum dari istilah NGO atau LSM pada
dasarnya sama dengan pengertian umum lembaga sukarela, PVOs (Private Voluntary Organizations) atau
ORNOP (Organisasi Non Pemerintah) yang berasal dari triminologo PBB, yaitu NGO
(Non Govermental Organization). Bank
Dunia mendefinisikan NGO atau LSM sebagai organisasi swasta yang kegiatannya ditujukan
untuk membebaskan penderitaan, memajukan kepentingan kaum miskin, melindungi
lingkungan, menyediakan pelayanan dasar masyarakat, atau mengenai pengembangan
masyarakat (Operational Directive 14.70).
dalam arti luas LSM dapat diterapkan pada organisasi nonprofit yang bebas dari
pemerintah. LSM merupakan organisasi yang berbasis nilai yang secara
keseluruhan atau sebagian tergantung pada lembaga donor dan pelayanan sukarela.
Jadi, prinsip alturisme dan voluntarisme diterapkan sebagai
definisi karakter kuncinya. Karakteristik khusus LSM dalam pengembangan visi
dan misinya (Clark, 1995: 59-67) yaitu:
1. Memfokuskan
pada kebutuhan masyarakat bawah dan berimplikasi terhadap kebutuhan organisasi
dalam penyaluran informasi (bottom up)
dan pemberdayaan masyarakat (empowering).
2. Membuka
peluang bagi partisipasi kelompok sasaran dalam proses pencapaian tujuan
program, yaitu kemajuan dan pemberdayaan.
3. Memperkenalkan
informasi yang bermanfaat dan memecahkan masalah kelompok sasaran dengan biaya
ringan dan mudah untuk diadaptasi, sesuai kondisi masyarakat kelompok sasaran
tersebut.
4. Skala
program yang dilakukan LSM adalah skala kecil; hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah pemantauan, pencapaian, dan ketepatan sasaran.
5. Tingkat
komitmen pada pimpinan maupun staf LSM untuk merealisasikan apa yang terjadi
idealisme, baik visi maupun misi untuk memberdayakan dan membantu kelompok
sasaran yang miskin sangatlah tinggi. Komitmen dan mitivasi inilah yang menjadi
kekuatan pelaksanaan program.
6. Skala
operasinya kecil sehingga semua biaya operasinya transparan, efektif dan bebas dari kemungkinan tindakan korupsi.
Sebagai bagian dari masyarakat sipil, LSM diharapkan
dapat mendorong perubahan sosial melalui pemberdayaan politik (community empowerning), penguatan arus
bawah dan penigkatan pendapatan ekonomi. Kinerja LSM ditandai dengan perubahan
sosial, di mana mandat LSM adalah menciptakan kesadaran masyarakat sipil.
Perubahan difokuskan kepada masyarakat, sebagai pelaku perubahan melalui
penataan organisasi dan metodologi secara bersama. Sebagai contoh, timbulnya
kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan
daerah merupakan hal yang sangat penting. Keberadaan LSM ditandai dengan
intensitas interaksi antar anggota LSM dengan anggota masyarakat secara
langsung. Lembaga fungsional (LSM) ini memediasi atau menjembatani jarak antara
masyarakat dengan struktur negara (di daerah), tetapi dengan catatan, tidak
larut dalam mainstream negara.
2.3.4 Organisasi Akar Rumput (Grass Root)
Akar
rumput diciptakan untuk mengalih bahasakan grass
roots ke dalam kosa kata indonesia. Selain membuat kalimat tidak menjadi
lebih jelas, pengertian grass roots itu
sudah aktual di dalam ungkapan yang telah dikenal: lapisan bawah rakyat jelata.
Jika ”orang biasa berada dalam organisasi” dirujuk maka penggunaan ungkapan
lapisan bawah atau kader lapisan bawah dilakukan. Jika “rakyat biasa” dirujuk,
maka kata rakyat, rakyat jelata, atau rakyat kecil dapat digunakan.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), kata rakyat berarti “penduduk suatu
negara”. Ungkapan rakyat jelata berarti “ rakyat biasa bukan bangsawan atau
hartawan, yaitu orang kebanyakan” dan ungkapan rakyat kecil berarti “orang yang
tingkat sosial ekonominya sangat rendah”. Organisasi akar rumput meliputi
organisasi di masyarakat pedesaan atau masyarkaat pinggiran, termasuk
organisasi berbasis sepasial seperti RT, RW, dan kelompok petani.
2.4 NGO
Are The Heart of Civil Society
Dalam
pengertian yang luas, istilah non
goverment organization atau LSM menunjuk pada organisasi yang :
1. Tidak
berbasis pemerintah.
2. Tidak
diciptakan untuk mencari keuntungan.
Definisi luas LSM menjelaskan cakupan dan lebarnya
jaringan organisasi tersebut secara struktural dan fungsional. Istilah luas ini
menunjuk pada “apakah sebuah organisasi atau bukan” dari pada “untuk apakah
ini”.
Antusiasme
masyarakat sipil merupakan sebuah daya, tarik tersendiri bagi LSM, di mana
kelompok advokasi tersebut mencurahkan perhatiannya demi kepentingan publik,
seperti dampak lingkungan, HAM, isu-isu perempuan, memonitor pemilu, dan anti
korupsi. Namun demikian, merupakan sebuah kesalahan apabila menyamakan
masyarakat dengan NGO atau LSM. Masyarakat sipil merupakan konsep yang luas,
yang mencakup seluruh organisasi dan asosiasi yang berada di “luar”
pemerintahan (termasuk partai politik) dan pasar. Berbagai kelompok kepentingan
dapat disebut sebagai LSM advokasi, serikat buruh, asosiasi profesional, kamar
dagang dan asosiasi etnis. Keragaman organisasi masyarakat ini menunjukkan
bahwa banyak asosiasi yang tidak bertujuan memajukan agenda sosial dan politik
secara khusus, seperti organisasi keagamaan, kelompok siswa, organisasi budaya,
klub olahraga,dan kelompok informal masyarakat.
2.5 Perbedaan CSO dan NGO/LSM
Istilah
“Civil Society Organization” (CSO)
menggambarkan organisasi pembangunan masyarakat yang bukan merupakan bagian
dari pemerintah atau sektor bisnis. Di beberapa negara, CSO diartikan sebagai
“amal”, “organisasi sukarela swasta”, “organisasi sukarela” dan (biasanya)
“NGO” atau LSM.
Ketiga
model sektor itu, dapat di interpresentasikan sebagai gabungan pemerintah,
pasar, dan warga negara. Pada prespektif ini, “Civil Society” merupakan sektor ketiga, disamping negara dan
perusahaan pencari untung. “Civil Society”
adalah organisasi suka rela yang didirikan oleh asosiasi individu formal dalam
mengejar tujuan nonprofit, seperti gerakan sosial, badan keagamaan, organisasi
perempuan dan pemuda, organisasi orang-orang pribumi, asosiasi profesional, dan
persekutuan.
Banyak
CSO telah berada pada garis depan prinsip-prinsip advokasi keadilan sosial dan
kesetaraan. Namun, ada pula organisasi dengan agenda dan nilai yang tidak
sesuai dengan sistem internasional, dalam hal ini PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa). Dalam prakteknya, “Civil
Society” merupakan sebuah arena kolaborasi dan pendirian konfigurasi sesuai
dengan sejarah pengaturan nasional.
PBB
mempunyai pandangan yang tuas tentang CSO, di mana NGO atau LSM merupakan
bagian pentingnya. LSM telah lama berasosiasi dengan pelayanan yang dijanjikan
dalam pengembangan barang atau jasa publik, dimana pemerintah dan pasar enggan
atau tidak mampu menyediakannya. Beberapa fungsi CSO dapat dilakukan melalui
aktivitas LSM seperti penelitian, analisis dan evaluasi proyek ppembangunan,
program-program, dan tujuan. Dengan artikulasi secara proaktif pada kepentingan
publik dan penciptaan kondisi yang kondusif, pembuatan kebijakan pembangunan
dan promosi perubahan kebijakan ditujukan untuk pembangunan manusia
berkelanjutan.
2.6 Pelayanan Publik: Antara Birokrasi,
Mekanisme Pasar, dan LSM
Dalam mekanisme
birokrasi, setiap kelompok menyumbagkan tenaga untuk membentuk badan hukum yang
akan menjembatani hubungan dengan memberikan kompensasi secara adil sesuai
dengan kontribusi yang diberikannya. Sumber kelemahan birokrasi adalah tren
untuk menghasilkan ketimpangan kekuasaan dan memberi priveleges kepada kelompok
tertentu dalam masyarakat.
2.7 Ciri-ciri LSM
Menurut Salamon
dan Anheier definisi LSM adalah sbb:
1. Formal,
yaitu secara organisasi bersifat permanen serta mempunyai kantor dengan
seperangkat aturan dan prosedur.
2. Swasta,
yaitu kelembagaan yang berada di luar atau terpisah dari pemerintah.
3. Tidak
mencari keuntungan, yaitu tidak memberikan keuntungan kepada direktur dan
pengurusnya.
4. Menjalankan
organisasinya sendiri, yaitu tidak dikontrol oleh pihak luar.
5. Sukarela,
yaitu menjalankan derajat kesukarelaan tertentu.
6. Nonreligius,
yaitu tidak mempromosikan ajaran agama.
7. Nonpolitik,
yaitu tidak ikut dalam pencalonan di pemilu.
2.8
Bentuk-Bentuk LSM
1. Hubungan
Konsultatif: Sebuah lembaga yang didirikan untuk tujuan konsultatif pada
struktur PBB
2. Hubungan
Konsultansi: sebuah badan konsultan non pemerintah yang dilibatkan dalam
sekretariat PBB
3. Program
Informasi Publik: lembaga non pemerintah yang menyebarkan pesan kepada publik
4. Partisipasi
Konferensi: lembaga non pemerintah yang diundang dalam konferensi
5. Perusahaan
Transnasional: karena kemampuannya dalam menyediakan barang dan jasa.
6. Pers dan
Media: Media adalah LSM yang efektif
7. Pertemuan
Konsultatif tentang Peran LSM: beberapa LSM yang melakukan konsultasi
8. Dasar
LSM Gerakan Masyarakat: gerakan masyarakat merupakan dasar pembentukan LSM
9. LSM
Kemanusiaan: biasanya menyediakan bantuan yang independen dari system
pemerintah
10. LSM
Tingkat Bawah: dapat langsung berhadapan dengan kelompok masyarakat yang
didampinginya.
11. Organisasi
Semiotonom: LSM yang menyediakan kantor dan mendapat subsidi dari pemerintah
12. Staf
Asosiasi Lembaga Intergovernmental: bentuk LSM yang mempunyai bentuk khusus dan
menjadi subjek resolusi
13. Asosiasi
Sukarelawan Sektor ketiga: LSM yang berupa asosiasi sukarelawan.
14. Koperasi:
LSM sebagai bantuan bersama masyarakat
15. Yayasan
Filantropi: banyak diakui sebagai konsultasi atau pengaturan lain.
16. Asosiasi
Perdagangan dan Kartel: LSM yang bertujuan mencari perlindungan dan kepentingan
sektor ekonomi lebih jauh
17. Lobi:
LSM yag menjadi penggerak utama konsultasi bagi masyarakat luas
18. Partai
Politik: sebuah LSM meskipun para perwakilannya ada yang duduk dalam
pemerintahan
19. Klub
Elit: dapat terbentuk pada saat beberapa orang kunci mundur dari jabatannya
atau kehilangan posisi formalnya untuk kemudian bergabung dan mempengaruhi
kebijakan.
20. Masyarakat
Khusus: masyarakat tertentu yang bersatu dalam sebuah wadah dapat disebut juga
sebagai LSM.
21. Kelompok
Keagamaan dan Kepercayaan: agama dan kepercayaan dapat bersatu atau berkelompok
menjadi LSM
22. Lingkaran
Kejahatan Internasional: Sekelompok penjahat yang berkelompok dapat disebut
sebagai LSM.
23. Kelompok
Teroris dan Pergerakan Kebebasan: beberapa kelompok teroris dan gerakan
pembebasan telah didanai oleh LSM dan IGO
24. LSM
Internasional: beberapa Negara di Eropa menyediakan status legal pada pendirian
LSM
25. Jaringan
Organisasi Informal: dapat berfungsi baik dengan energy yang besar, efektif,
maupun berkelanjutan daripada kebanyaka organisasi lainnya.
26. Internet:
sangat terlibat dalam pengoordinasian tanggapan atas bencana secara
internasional
27. Pergerakan
Sosial Antarnegara: dapat melebihi focus organisasi konvensional.
28. Masyarakat
internasional: biasanya terdiri dari orang-orang yang terlibat dalam komunitas
diplomatic, organisasi iinternasional, dan kegiatan budaya internasional
29. Organisasi
Hibrid: kombinasi dari beberapa karakteristik yang bertentangan dalam bentuk
dimensi pemerintah dan badan non pemerintah.
30. Organisasi
Berperingkat: dapat disebut dengan uni, federasi, komite, atau istilah khusus
lainnya.
2.9
Kilas Balik Sejarah LSM
Pembagian
generasi LSM menurut Zaim Saidi, Generasi pertama, sebagai generasi relief and
welfare. Generasi kedua, sebagai generasi small scale, self reliance local
development. Generasi ketiga, sebagai generasi sustainable system development.
Generasi keempat, sebagai generasi people movement.
2.10
Peran-Peran LSM
Dalam
melaksanakan programnya, LSM mempunyai peran sbb:
1. Motivator
LSM
bertugas memberikan motivasi, menggali potensi, menumbuhkan dan mengembangkan
kesadaran anggota masyarakat akan masalah-masalah yang dihadapi dirinya maupun
lingkungannya.
2. Komunikator
Sebagai
komunikator, tugas LSM:
a. Mengamati,
merekam, serta menyalurkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat agar dijadikan
bahan rumusan kebijakan dan perencanaan program pembangunan.
b. Memonitor/mengawasi
pelaksanaan program pembangunan masyarakat.
c. Memberikan
penyuluhan dan menjelaskan program-program pembangunan dengan bahasa yang akrab
dan kerangka berpikir yang mudah dipahami masyarakat sasaran.
d. Membantu
melancarkan hubungan dan kerjasama antarLSM yang mempunyai kepentingan dan
tujuan yang sama dalam masyarakat.
3. Dinamisator
LSM
bertugas merintis strategi, mengembangkan metode program, dan memperkenalkan
inovasi di bidang teknologi serta pengelolaan orgaisasi yang belum dikenal ke
lingkungan masyarakat setempat untuk pengembangan dan kemajuan masyarakat
local.
4. Fasilitator
LSM
bertugas memberikan batuan teknis dalam pelaksanaan program.
2.11 Faktor-Faktor Penunjang Peran LSM
1. Sumber
daya manusia (SDM)
SDM yang
dimiliki oleh sebuah LSM tidak lain adalah staf atau relawan. Factor SDM sangat
penting karena SDM merupakan unsur inti dari suatu organisasi.
2. Material/bahan
Material
sangat krusial bagi terselenggaranya implementasi program LSM.
3. Dana
Suatu
organisasi tidak mungkin mencapai tujuannya jika tidak mempunyai sumber daya
berupa dana yang sangat diperlukan untuk membelanjai operasi-operasinya.
4. Peralatan/teknologi
Teknologi
yang semakin canggih ditandai dengan konsumsi energy yang besar dan merusak
ekologi.
2.12 Kategori LSM
1. LSM
Operasional
Diklasifikasikan
LSM operasional ke dalam 3 kelompok utama:
a. CBOs,
yang melayani masyarakat khusus di dalam area geografis yang sempit.
b. National
organization, yang beroperasi di individu negara berkembang
c. International
organization, yang mempunyai kantor pusat di Negara maju dan melaksanakan operasinya
di lebih dari satu negara berkembang.
2. Tipologi
LSM
Kekuatan
LSM:
1. Kuatnya
jalinan dengan grassroots
2. Keahlian
pengembangan berdasarkan bidang
3. Kemampuan
berinovasi dan beradaptasi
4. Pendekatannya
berorientasi proses pengembangan
5. Metodoligi
partisipasi dan peralatan
6. Komitmen
jangka panjang dan menekankan keberlanjutan
7. Efektifitas
biaya.
Kelemahan LSM:
1. Keterbatasan
biaya dan keahlian pengelola organisasi
2. Keterbatasan
kapasitas kelembagaan
3. Keberlanjutan
diri rendah
4. Kurangnya
komunikasi antarorganisasi/koordinasi
5. Intervensi
dalam skala kecil
6. Kurangnya
pemahaman konteks social ekonomi secara luas.
Sebuah organisasi yang memiliki cakupan yang luas
dapat disimpulkan sebagai LSM pembangunan. Kelompok ini bias berubah signifikan
terkait dengan filosofi tujuan, keahlian, pendekatan program, dan lingkup
kegiatan. Perbedaan pentingnya dapat digambarkan sebagai
1. LSM
Operasional dan LSM Advokasi
2. Tingkat
Operasi
3. Orientasi
Kegiatan
2.13
Pengelolaan Organisasi LSM
1. Pemecahan
Masalah dan Pengembalian Keputusan
a. Mendefinisikan
Masalah
i. Apa yang
dapat dilihat yang menyebabkan berpikir di saa ada masalah?
ii. Di mana
hal itu terjadi?
iii. Bagaimana
hal itu terjadi?
iv. Kapan
hal itu terjadi?
v. Mengapa
hal itu terjadi?
vi. Tuliskan
lima kalimat yang menggambarkan masalah tersebut.
Mendefinisikan masalah-masalah yang
kompleks
Menguji pemahaman mengenai
masalah-masalah
Memprioriraskan masalah-masalah
Memahami peranan dalam masalah
b. Lihatlah
pada potensi yang menyebabkan masalah
c. Mengidentifikasi
pendekatan alternative dalam memecahkan masalah
d. Menyeleksi
pendekatan untuk memecahkan masalah
e. Merencanakan
penerapan alternative yang terbaik
f. Memantau
penerapan rencana
g. Menguji
apakah masalah telah terpecahkan atau belum
2. Proses
Perencanaan Organisasi
Alasan-alasan perlunya
perencanaan
Manfaat perencanaan:
1. Membantu
pengelola organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
lingkungan
2. Membantu
kristalisasi penyesuaian pada masalah-masalah utama
3. Memungkinkan
pengelola organisasi memahami keseluruhan gambaran operasi secara lebih jelas
4. Membantu
penempatan tanggung jawab lebih tepat
5. Menyediakan
cara pemberian perintah untuk beroperasi
6. Memudahkan
dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi
7. Membuat
tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami
8. Meminimumkanpekerjaan
yang tidak pasti
9. Menghemat
waktu, usaha dan dana.
Kelemahan perencanaan:
1. Pekerjaan
yang tercakup dalam perencanaan mungkin berlebihan pada kontribusi nyata
2. Perencanaan
cenderung menunda kegiatan
3. Perencanaan
mungkin terlalu membatasi pengelola organisasi untuk berinisiatif dan
berinovasi
4. Kadang-kadang
hasil yang paling baik didapatkan oleh penyelesaian situasi individual dan
penanganan atas setiap masalah pada saat terjadinya
5. Ada
rencana-rencana yang diikuti dengan tidak konsisten
Persiapan Perencanaan
1. Mengembangkan
suatu rencana kerja dalam sketsa siapa yang bertanggungjawab atas setiap hasil
dan kerangka waktu.
2. Mempertimbangkan
tingkat sumber daya yang memadai dan diperlukan untuk melakukan suatu proses
perencanaan yang tepat.
Dokumen Perencanaan Organisasi LSM
1. Dokumen
perencanaan program
2. Dokumen
perencanaan keuangan
Bentuk Rancangan Anggaran Organisasi LSM
1. Tentukan
workplan yang berisi jenis kegiatan yang akan dilaksanakan
2. Tentukan
jenis-jenis biaya tetap dan variable yang terdapat dalam proyek.
3. Tentukan
standar biaya untuk tiap komponen biaya.
4. Buatlah
table rancangan anggaran biaya secara sistematis
5. Isilah
masing-masing kolom dalam tabel rencana anggaran denga poin yang telah
ditentukan sebelumnya.
3. Pendelegasian
Wewenang
Langkah-langkah umum untuk menyelesaikan
pendelegasian:
1. Delegasikan
keseluruhan tugas kepada seseorang
2. Menyeleksi
orang yang tepat
3. Secara
jelas menetapkan hasil yang lebih disukai
4. Delegasikan
tanggungjawab dan kewenangan-menetapkan tugas, bukan metode untuk menyelesaikan
hal itu.
5. Mintalah
kepada staf untuk meringkas apa yang telah dilakukannya
6. Dapatkan
umpan balik nonintrusive secara terus menerus mengenai peningkatan proyek
tersebut.
7. Mempertahankan
komunikasi yang terbuka
8. Jika
tidak puas dengan kemajuan tersebut, jangan mengambil alih proyek
9. Mengevaluasi
dan menghargai kinerja
4. Dasar-dasar
Komunikasi Internal
Hal yang paling dasar untuk
memastikan komunikasi internal yang kuat dan terus-menerus:
1. Sudahkah
semua staf memberikan laporan tentang keadaan secara tertulis tiap minggu
kepada supervisor.
2. Usahakan
rapat bulanan dengan seluruh staff secara bersama-sama
3. Usahakan
rapat mingguan atau dwi-mingguan dengan seluruh staf secara bersama-sama jika
organisasi tersebut berukuran kecil, dan juga dengan seluruh pengelola
organisasi
4. Sudahkah
supervisor memeriksa laporan-laporan secara langsungdari para staf pada rapat
yang dilakukan tiap bulannya.
5. Pengelola
Organisasi Rapat
1. Menyeleksi
para peserta
2. Pengembangan
agenda
3. Membuka
rapat
4. Menetapkan
aturan dasar rapat
5. Pengelola
organisasi waktu
6. Evaluasi
proses rapat
7. Evaluasi
keseluruhan rapat
8. Menutup
rapat
6. Pengembangan
Program dan Evaluasi
1. Evaluasi
program
2. Merencanaka
evaluasi program
3. Pertimbangan
pokok
4. Beberapa
jenis evaluasi utama
1. Evaluasi
berdasarkan tujuan
2. Evaluasi
berbasis proses
3. Evaluasi
berbasis hasil
4. Melaporkan
hasil-hasil evaluasi
5. Isi
rencana evaluasi
BAB III
PEMBAHASAN AKUNTANSI LSM
3.1 Pengertian Akuntansi Lembaga Swadaya
Masyarakat
“Akuntansi
adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan
transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu organisasi yang dijadikan sebagai
informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang
memerlukan. Pengertian ini juga dapat melingkupi penganalisisan atas laporan
yang dihasilkan oleh akuntansi tersebut.”
(American Accounting Association, 1966).
“Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa,
yang berfungsi menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat
keuangan, yaitu tentang ekonomi organisasi yang dimaaksudkan agar berguna dalam
pengambilan keputusan ekonoomis dalam membuat pilihan-pilihan yang nalar
diantara berbagai alternatif arah tindakan.” (Accounting Principles Board, 1970).
Dari pengertian diatas, akuntansi
berperan menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan.
Informasi yang dihasilkan akuntansi merupakan input yang dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan ekonomi yang rasional.
Layaknya organisasi atau lembaga publik
lainnya, organisasi LSM juga tengah mengalami tekanan untuk lebih efisien,
memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial, serta dampak negatif atas
aktivitas yang dilakukannya. Berbagai tuntutan tersebut menyebabkan akuntansi
tersebut dapat dengan cepat diterima dan diakui sebagai ilmu yang dibutuhkan
untuk mengelola urusan-urusan publik, termasuk lembaga atau organisasi di
lingkup LSM. Akuntansi LSM merupakan aktifitas yang tidak dapat dipisahkan
dalam rangkaian pengelolaan kegiatan, baik itu dalam bentuk yang lengkap maupun
akuntansi secara sederhana sekalipun.
Akuntansi yang diterapkan pada LSM
memiliki kaitan erat dengan penerapan dan diperlakukan akuntansi pada domain
publik. Domai publik yang dimaksud adalah masyarakat yang didampingi oleh LSM
terkait.
3.2 Ruang Lingkup Akuntansi
Lembaga Swadaya Masyarakat
Tidak dapat dipungkiri bahwa LSM
mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan bermasyarakat di seluruh
Indonesia. Selama ini, aktivitas LSM lebih banyak berupa program-program
bantuan dan layanan sosial, terutama bagi kelompok masyarakat yang lemah.
Sebagai konsekuensi dari pemberian layanan sosial itu, LSM menggalangkan
program-program bagi proses pemberdayaan, atau dengan upaya menciptakan
swadaya, kemandirian, dan otonomi, sehingga kelompok masyarakat yang menjadi
sasaran layanan sosial LSM memang mencakup upaya penyadaran kelompok sasarannya
agar memahami hak-haknya, selain kewajiban sebagai warga negara.
Setiap LSM pasti mempunyai tujuan atau
sasaran, agenda kegiatan, maupun program bagi masyarakat yang dituju. Dengan
demikian, timbul implikasi berupa kebutuhan akan pengelolaan organisasi LSM
tersebut. Beberapa tugas dan fungsi LSM menjadi salah satu agent of change bagi perkembangan sebuah masyarakat.
Pengelolaan LSM ini sangat erat kaitannya
dengan perencanaan, pengangaran, pelaksanaan, dan pelaporan seluruh kegiatan di
dalam sebuah LSM. Dan, setelah itu, mekanisme pertanggungjawaban menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dan tidak akan pernah ditinggalkan dalam pelaksanaan
seluruh aktivitas LSM tersebut. Dalam konteks idealita, secara umum tidak ada
satu LSM pun yang bertujuan tidak jujur, melanggar amanah, maupun lari dari
tanggungjawab. Apabila program sudah dijalankan, maka pelaksanaan harus diikuti
dengan pertanggungjawaban. Jadi, seluruh aspek dalam pengelolaan LSM menjadi
bahan yang harus dipertanggungjawabkan oleh penanggung jawab program atau
pelaku organisasi.
3.3 Sifat dan Karakteristik
Akuntansi Lembaga Swadaya Masyarakat
Akuntansi merupakan suatu kegiatan yang
akan mengarah pada pencapaian hasil dalam tingkat tertentu dan bermanfaat bagi
kehidupan LSM tersebut. Di antara lembaga publik lainnya seperti lembaga
pendidikan, lembaga kesehatan, dan lain-lain, penerapan akuntansi dalam LSM
sedikit berbeda. Perbedaan tersebut muncul karena lingkungan yang mempengaruhi
LSM berbeda.
Perbedaan sifat dan
karakteristikorganisasi LSM yang tergolong kedalam organisasi nirlaba serta
organisasi lainnya yang profit oriented
dapat dilihat dengan membandingkan tujuan organisasi, sumber pendanaan, pola
pertanggungjawaban, struktur keorganisasian, dan anggarannya.
Setiap organisasi memiliki tujuan
spesifik yang hendaak dicapai. Terlepas dari konsep idealita dan realitany,
organisasi LSM tidak bertujuan memperoleh laba tetapi memberikan pelayanan dan
menyelenggarakan seluruh aktivitas yang terkait dengan pemberian dana oleh
sebuah lembaga donor, yang dibutuhkan maupun yang telah menjadi kegiatan rutin
dalam LSM bersangkutan. Meskipun tujuan utama LSM adalah pemberdayaaan
masyarakat, namun tidak berarti bahwa LSM sama sekali tidak memiliki tujuan
keuangan. Hal ini tergantung pada kondisi organisasi bersangkutan. Misalnya,
apabila organisasi tidak mempunyai sumber dana yang jelas dan pasti, maka
kebutuhan akan daya dukung untuk melakukan pemberdayaan berkembang
selarasdengan target keuangan. Secara kebetulan, keuangan menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi pemberdayaan organisasi. Tujuan keuangan organisasi
LSM ini berbeda secara filosofis, konseptual, dan operasionalnya dengan
organisasi profit swasta.
Secara kelembagaan, organisasi LSM juga
berbeda dengan organisasi lainnya, walaupun sama-sama organisasi publik.
Struktur organisasi ini tidak terlalu formal, namun biasanya ada seseorang atau
aktivis senior yang memimpin. Pihak yang berpengaruh ini biasanya berpeluang
sangat besar dalam mengarahkan kebijakan dan pengelolaan organisasi. Tipologi
pemimpin atau tokoh termasuk pilihan dan orientasi kebijakannya, akan sangat
berpengaruh dalam memilih struktur organisasi.
3.4 Tujuan Akuntansi Lembaga
Swadaya Masyarakat
Seperti
halnya dengan akuntansi organisasi publik lainnya, akuntansi LSM terkait dengan
tiga hal pokok, yakni penyediaan informasi, pengendalian pengelolaan, dan
akuntabilitas. Akuntansi LSM merupakan sarana informasi mengenai pengelolaan
bagi lembaga pemberi dana maupun publik. Bagi LSM yang bersangkutan, informasi
akuntansi akan digunakan dalam proses pengendalian pengelolaan mulai dari
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban. Tujuan
akuntansi dalam LSM adalah untuk:
1. Memberikan
informasi yang diperlukan dalam mengelola secara tepat, efisien dan ekonomis
atas suatu kegiatan serta lokasi sumber daya yang dipercayakan kepada
organisasi.tujuan ini terkait dengan pengendalian pengelolaan.
2. Memberikaan
informasi yang memungkinkan pengelola organisasi untuk melaporkan pelaksanaan
tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif progam beserta penggunaan
sumber daya yang menjadi wewenagnya, disamping untuk melaporkaan kepada publik
atau lembaga pemberi dana hasil operasi organisasi. Tujuan ini terkait dengan
akuntabilitas.
Informasi
akuntansi bermanfaat bagi salah satu pedoman bagi pengambilan keputusan,
terutama untuk membantu pengurus organisasi dalam melakukan alokasi sumber
daya. Informasi akuntansi juga dapat digunakan menentukan biaya suatu program
atau kegiatan beserta kelayakannya, baik secara ekonomis maupun teknis. Dengan informasi
akuntansi, pengurus orgaanisasi dapat menentukan biaya operasional yang akan
diberikan kepada masyarakat sasarannya, menetapkan biaya standar, dan hanya
yang akan dibebankan kepada LSM bersangkutan.
Selain
itu, informasi akuntansi LSM akan dapat digunakan untuk membantu pemilihan
kegiatan yang efektif dan efisien, yang pada ahrinya akansangat membantu pada
saat penganggaran. Pada ahir proses pengendalian organisasi LSM, akuntansi
diperlukan dalam pembuatan laporan keuangan yang merupakan bagian penting dari
proses akuntabilitas pada lembaga donor dan publik.
3.5 Akuntansi LSM: Sebuah Jawaban
Atas Tuntutan Reformasi
Prinsip good governance atau tata
pemerintah yang baik pada umumnya diterapkan dalam organisasi sektor
publik, khususnya pemerintahan. Prisip ini sangat baik diterapkan karena cocok
dengan tuntutan zaman dan agenda reformasi yang sedang berjalan di Indonesia.
Pengertian governance yang dimaksud
di sini adalah sebagai cara mengelola urusan-urusan publik. Dalam konteks LSM,
kata “publik” mengacu kepada masyarakat sebagai sasaran program LSM.
Pelaksanaaan
good governance memiliki beberapa
prinsip, yaitu:
1. Akuntabilitas.
2. Transparasi.
3. Partisipasi.
4. Penegakan
hukum.
5. Responsivitas/daya
tanggap.
6. Kesetaraan.
7. Efisiensi.
8. Efektivitas.
9. Profesionalisme.
10. Pengawasan.
Dari
kesepuluh prisip tersebut, kesemuanya dapat diperankan oleh akuntansi LSM.
Seperti
dalam kehidupan sehari-hari, timbul sebuah fenomena mengenai semakin menguatnya
tuntutan pelaksanaan akuntabilitas oleh organisasi secara keseluruhan, termasuk
organisasi LSM. Tuntutan akuntabilitas pada LSM ini terkait dengan perlunya
dilakukan transparasi dan pemberian informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak
masyarakat.
Untuk
menciptakan good public (masyarakaat)
maupun good corporate governance di
LSM diperlukan perubahan pada organisasi penyelenggaranya. Bentuk perubahan ini
bukan hanya identik dengan format organisasi, tetapi lebih pada alat-alat yang
digunakan dalam mendukung berjalannya organisasi secara efisien, efektif,
transparan, dan akuntabel.
3.6 Sistem Akuntansi Keuangan dan
Akuntansi Biaya LSM
Pendanaan LSM dapat diperoleh dari sumber
lembaga donor baik nasional maupun internasional, fundraising lembag, atau masyarakat. Penerimaan dan penggunaan dana
yang diperoleh dari pihak luar negeri diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, usaha untuk meningkatkan
penerimaan dana dari masyarakat harus didasarkan atas pola prinsip tidak
mencari keuntungan.
Hubungan antara sistem akuntansi keuangan
dan akuntansi biaya terletak pada pengaruh siklus kegiatan lembaga yang
bersangkutan. Siklus akuntansi biaya dalam suatu lembag, sangat dipengaruhi
oleh siklus kegiatan lembaga tersebut atau transaksi-transaksi yang dilakukannya.
Siklus kegiatan LSM dimulai dengan pembelian barang sesuai kebutuhan program
dan tanpa melalui pengolahan lebih lanjut dan diahiri dengan penyediaan layanan
bagi masyarakat sasarannya. Transaksi-transaksi LSM tidak akan terlepas dari
transaksi pembiayaan.
Proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian, serta penafsiran
informasi biaya tergantung pada siapa proses tersebut diajukan. Proses
akuntansi biaya LSM dapat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai di luar
organisasi. Dalam hal ini, proses akuntansi biaya harus memperhatikan
karakteristik akuntansi keuangan. Dengan demikian, akuntansi biaya berkaitan
erat dengan akuntansi keuangan.
3.7 Sistem Akuntansi Keuangan
Pada LSM
3.7.1 PSAK No. 45 tentang Standar
Akuntansi untuk Entitas Nirlaba
Dasar
tuntutan akuntabilitas, yang dalam hal ini pertanggung jawaban keuangan
terhadap segala aktivitas pada semua organisasi LSM, adalah PSAK No. 45
mengenai pelaporan keuangan organisasi nirlaba. Karakteristik organisasi
nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis, dimana perbedaan utama yang mendasar
adalah cara organisasi tersebut memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan berbagai aktivitas operasionalnya. Organisasi itu memperoleh sumber
daya dari lembaga donor dan para penyumbang lainnya. Jadi dalam organisasi
nirlaba, transaksi yang jarang bahkan tidak akan pernah terjadi dalam
organisasi bisnis manapun akan muncul. Namun, dalam praktek organisasi
nirlaba,berbagai bentuknya sulit dibedakan dengan organisasi bisnis pada
umumnya.
Para
pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba, dalam hal ini LSM, memiliki
kepentingan bersama yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu untuk
menilai:
1. Jasa
yang diberikan oleh LSM dan kemampuannya untuk terus memberikan jasa tersebut.
2. Cara
pengelola pelaksanaan dan pertanggungjawabannya.
3. Aspek kinerja pengelola.
Dengan
adanya standar pelaporan, laporan keuangan organisasi tersebut diharapkan dapat
lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan memiliki daya banding yang
tinggi.
a.
Metode
Pencatatan Akrual
Tujuan dari
laporan keuangan LSM adalah menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan
keputusan, di samping untuk menunjukkan akuntabilitas organisasi terhadap
sumber daya terpercaya dengan:
1. Menyediakan
informasi mengenai sumber-sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya keuangan.
2. Menyediakan
informasi mengenai bagaimana organisasi LSM menandai aktivitasnya dan memenuhi
persyaratan kasnya.
3. Menyediakan
informasi mengenai kondisi keuangan suatu organisasi LSM dan perubahan di
dalamnya.
4. Menyediakan
informasi menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja organisasi.
Laporan
keuangan dapat juga menyediakan informasi kepada pemakainya seperti:
1. Mengindikasikan
apakah sumber daya telah didapatkan dan digunakan sesuai dengan anggaran yang
ditetapkan.
2. Mengindikasikan
apakah sumber daya telah didapatkan dan digunakan sesuai dengan persyaratan,
termasuk batas keuangan yang ditetapkan oleh pengambil kebijakan di
masing-masing LSM.
Laporan
keuangan LSM biasanya disusun atas dasar kelangsungan usaha organisasi LSM dan
dalam melanjutkan usahanya di masa depan. Oleh karena itu, organisasi ini
diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi
secara material skala pelayanannya.
b.
Laporan
Keuangan yang Dihasilkan
laporan keuangan organisasi nirlaba
meliputi laporan posisi keuangan pada ahir periode laporan, laporan aktivitas,
serta laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan.
1.
Laporan Posisi Keuangan
2.
Laporan aktivitas
c.
Laporan
Kelompok Aktiva Bersih
1. Informasi
tentang pendapatan dan beban
2. Informasi
tentang pemberian jasa
3. Laporan
arus kas
4. Klasifikasi
penerimaan dan pengeluaran kas
a.
Aktivitas investasi
b.
Aktivitas pembiayaan/pendanaan
c.
Aktivitas operaasi
d.
Unsur-
Unsur Laporan Keuangan
1. Laporan
keuangan
a. Aktiva
b. Kewajiban
c. Ekuitas
d. Kinerja
e. Penghasilan
f. Beban
3.7.2
Karakteristik
Kualitatif Laporan Keuangan LSM
1. Dapat
dipahami
2. Relevan
3. Materialitas
4. Keandalan/Reliabilitas
5. Penyajian
jujur
6. Substansi
mengungguli bentuk
7. Netralitas
8. Pertimbangan
sehat
9. Kelengkapan
10. Dapat
dibandingkan
3.8
Siklus
Akuntansi Keuangan LSM
Pada hakikatnya, orang belum dapat dikatakan paham
dalam menyusun laporan keuangan jika belum memahami siklus akuntansi. Akuntansi
pada dasarnya, merupakan suatu proses pengolahan informasi akuntansi yang salah
satunya adalah laporan keuangan.
3.8.1 Pengertian Siklus Akuntansi
Laporan keuangan adalah hasil ahir dari suatu proses
akuntansi, yaitu aktivitas pengumpulan data dan pengolahan data keuangan untuk
disajikan dalam bentuk laporan keuangan atau ikhtisar-ikhtisar lainnya yang
dapat digunakan untuk membantu para pemakainya dalam membuat atau mengambil
keputusan.
3.8.2
Alur
Proses Siklus Akuntansi
Siklus akuntansi merupakan serangkaian
prosedur kegiatan akuntansi dalam satu periode, mulai dari pencatatan transaksi
pertama sampai dengan penyusunan laporan keuangan dan penutupan pembukuan
secara keseluruha, serta siap untuk pencatatan transaksi periode selanjutnya.
a.
Proses
Akuntansi yaitu:
1.
Pencatatan dan penggolongan (dalam
jurnal).
2.
Peringkasan (dalam akun-akun buku
besar).
3.
Penyajian dalam bentuk laporan keuangan,
yaitu laporan posisi keuangan/neraca, laporan arus kas, dan laporan aktiva LSM.
Dan, untuk memudahkan pekerjaan menyusun laporan keuangan, biasanya dibuat
neraca lajur (kertas kerja).
b.
Tahap Siklus
Akuntansi LSM
1. Tahap
pencatatan
2. Tahap
pengikhtisaran
3. Tahap
pelaporan
3.8.3
Transaksi
dan Bukti Transaksi
Tarnsaksi adalah suatu pertemuan antara
dua belah pihak (penjual dan pembeli) yang saling menguntungkan dengan adanya
bukti/data/dokumen pendukung yang dimasukkan ke dalam jurnal setelah melalui
pencatatan. Kejadian yang dapat dicatat sebagai suatau transaksi adalah:
1. Pembelian
barang
2. Penjualan
barang
3. Pembayaran
sewa
4. Penerimaan
uang kas
a.
Bukti
Transaksi
Bukti
transaksi adalah dokumen sumber atau instrumen yang menandai bahwa transaksi yang sah terjadi.
3.8.4
Jurnal
Jurnal adalah sarana untuk mencatat
transaksi organisasi LSM yang dilakukan secara kronologis atau berdasarkan urut
waktu terjadinya, dengan menunjukkan akun yang harus didebet atau dikredit
beserta jumlah nilai uangnya masing-masing.
3.8.5
Buku Besar
Buku besar merupakan suatu buku yang
berisi kumpulan akun atau perkiraan yang telah di catat dalam jurnal. Akun-akun
tersebut digunakan untuk mencatat secara terpisah aktiva, kewajiban atau utang,
dan ekuitas.
3.8.6
Kertas
Kerja
Sebelum membuat laporan keuangan,
jurnal, dan pembukuan ayat jurnal penyesuaian, terlebih dahulu perlu
ditentukan dan dikumpulkan data yang
relevan. Kumpulan data, naskah laporan keuangan, dan analisis-analisis lain yang
bermanfaat yang disiapkan oleh akuntan, umumnya disebut kertas kerja (working paper).
3.8.7
Laporan
Keuangan dan Komponennya
Laporan keuangan adalah hasil ahir dari
akuntansi. Yang menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan
oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan mengambarkan tentan
pencapaian kinerja program dan kegiatan, kemajuan realisasi pencapaian target
pendapatan, realisasi penyerapan belanja, dan realisasi pembiyayaan.
3.8.8
Contoh
Penerapan Siklus Akuntansi pada LSM
Siklus akuntansi merupakan proses akuntansi
mulai dari pencatatan transaksi keuangan sampai dengan dihasilkannya laporan
keuangan pada ahir suatu periode. Pada dasarnya siklus akuntansi dapat diruntut
sebagai berikut:
1. Membuat
atau menerima bukti pencatan di mana biasanya sebuah entitas mempunyai form
voucher (bukti pencatatan) sendiri, dan bukti lain bisa berupa kwitansi.
2. Mencatat
dalam jurnal
3. Memindahkan
data jurnal kebuku besar
4. Pembuatan
laporan keuangan
3.9
Penerapan Sistem
Akuntansi Biaya LSM
3.9.1 Definisi Akuntansi Biaya LSM
Akuntansi
mendefinidikan biaya sebagai sumber daya yang dikorbankan untuk mencapai tujuan
tertentu. Proses akuntansi biaya di tunjukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai
dalam organisasi LSM.
Proses
akuntansi biaya harus memperhatikan karakteristik akuntansi keuangan dan
manajemen organisasi. Proses akuntansi biaya meliputi :
1. Pihak
luar (Eksternal), yaitu memenuhi karakteristik akuntansi keuangan yang
merupakan bagian dari akuntansi keuangan.
2. Pihak
dalam (Internal), yaitu memenuhi karakteristik akuntansi keuangan yang
merupakan bagian dari akuntansi keuangan.
Tujuan
pembahasan sistem akuntansi biaya LSM ini adalah untuk :
1. Mengefektifkan
dan mengefesienkan penggunaan dana LSM,
2. Mengetahui
penyebab utama biaya yang terjadi di LSM,
3. Memberikan
informasi berupa laporan biaya yang akurat,
4. Memberikan
jaminan akuntabilitas dan transparansi atas penggunaan dana dan pelaporannya
5. Menghasilkan
laporana biaya terkini (up to date)
sebagai bahan pertimbangan yang sangat penting terhadap keputusan pengelola
LSM, terutama pada aspek keuangan.
Komponen
biaya LSM adalah :
1. Gaji dan
honorarium
2. Telekomunikasi
3. Pemakain
bahan habis pakai
4. Depresiasi
perlengkapan dari berbagai aset yang ada
5. Depresiasi
perlengkapan kantor
6. Sewa
komputer
7. Asuransi
8. Biaya
lainya
3.9.2 Siklus Akuntansi Biaya LSM
Siklus
akuntansi biaya LSM sangat dipengaruhi oleh siklus kegiatan LSM tersebut.
Siklus kegiatan LSM dimulai dengan pemberian barang atau peralatan dan jasa
berdasarkan kegiatan program yang telah ditentukan. Tujuan akuntansi biaya
adalah untuk menyajikan informasikan biaya yang telah digunakan untuk memberi
barang atau peralatan serta pelaksanaan program LSM tersebut.
3.9.3 Klasifikasi biaya LSM
Proses
dan sistematika Akuntansi biaya dapat dipecahkan melalui rincian tahap sebagai
berikut :
1. Pemahaman
mengenai pengertian biaya ;
2. Klasifikasi
dan identifikasi biaya yang terjadi di LSM ke dalam kategori tertentu dengan
pendekatan ABC system
3. Pembuatan
konsep perhitungan biaya baru yang akurat dan informatif
4. Pensimulasian
aplikasi model perhitungan biaya
Biaya
diklasifikasikan ke dalam dua kategori:
1. Biaya
tetap : biaya yang jumlah totalnya tidak dipengaruhi oleh perubahan kegiatan
organsasi. Biaya tetap terbagi menjadi dua:
a. Biaya
yang tidak dipengaruhi oleh kebijakan manajemen
b. Biaya
yang dipengaruhi oleh kebijakan manajemen.
2. Biaya
variabel : biaya yang jumlah totalnya dipengaruhi oleh perubahan kegiatan.
Biaya
semi variabel : biaya yang eilik unsur tetap dan variabel di dalamnya.
Biaya
langsung : biaya yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau
kegiatan yang direncanakan.
Biaya
tidak langsung : biaya yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya
program atau kegiatan.
3.9.4 Analsis Biaya LSM
Anggaran
LSM
Anggaran
berfungsi sbb:
1. Anggar
merupakan hasil akhir dari proses penyusunan rencana kerja
2. Anggaran
merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang
3. Anggaran
sebagai alat komunikasi internal yang menghubungkan berbagai unit kerja lembaga
dan mekanisme kerja antarmanajemen dan pelaksana program
4. Anggaran
sebagai alat pengendalian unit kerja lembaga
5. Anggaran
sebagai alat motivasi serta persuasi tindakan efktif dan efisien dalam
pencapaian visi organisasi
Prosedur
rencana anggaran biaya
1. Buatlah
daftar rincian biaya dengan akurat
2. Pisah-pisahkan
menjadi
3. Harus da
perhitungan yang detail.
Biaya
standar
Biaya
standar adalah biaya yang ditentukan di muka, yaitu jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk membiayai kegitan tertentu dengan aumsi kondisi
ekonomi, efisiensi, dan faktor-faktor lainnya dipenuhi.
Manfaat
biaya standar
Biaya
standar dapat digolongkan atas dasar tingkat ketaatan atau kelonggaran sbb:
1. Standar
teoretis : standar ideal yang dalam pelaksanaannya sulit dicapai.
2. Rata-rata
biaya waktu yang lalu : ditentukan dengan menghitung rata-rata biaya periode
yang telah lampau.
3. Standar
normal : di dasarkan pada rata-rata biaya di masa lalu dan disesuaikan engan
taksiran biaya di masa yang akan datang, dengan asumsi keadaan ekonomi sedang
normal.
4. Pelaksanaan
terbaik yang dapat dicapai : didasarkan pada tingkat pelaksanaan terbaik dengan
memeperhitungkan ketidakefisienan kegiatan yang tidak dapat dihindari
terjadinya.
Analisis
biaya-volume-laba pada LSM
Analisis
biaya-volume-laba pada LSM digunakan untuk membantu LSM agar tidak mengalami
masalah biaya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan program.
1. BEP
Adalah jumlah output di mana
totalpendapatan sama dengan total biaya, atau laba operasinya adalah nol.
2. Analisis
sensitivitas dan ketidaktentuan
a. Teknik
what if yang digunakan pengelola dalam menguji bagaimana sebuah hasil akan
berubah; jika data perkiraan asli tidak diraih, atau jika sebuah asumsi
dasarnya berubah.
b. Analisis
sensitivitas adalah suatu pendekatan untuk mengenalkan ketidaktentuan yang
memungkinkan jumlah aktual akan menyimpang dari jumlah yang diperkirakan.
3.9.5 Laporan Biaya LSM
Bagian
dari penetapan sistem pengendalian keuangan adalah untuk memastikan bahwa dana
telah dibelanjakan sesuai alokasinya. Laporan biaya LSM dirancang untuk
melaporkan “apa yang sedang terjadi”
dengan biaya pelaksanaan kegiatan LSM. Informasi ini berisi laporan yang
berasal dari catatan akuntansi berupa penerimaan dan pembiayaan.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Pembahasan mengenai “civil society” atau “masyarakat sipil” bukan merupakan hal yang
baru karena isu ini telah dibahas dalam filosofi politik, sosiologi, dan teori
sosial dalam satu tahun. Di Indonesia, sampai dengan tahun 2002 menurut
Departemen Dalam Negeri (Depdagri), jumlah NGO atau LSM adalah 13.500
organisasi dengan beragam misi, komitmen, dan bentuk kegiatan. Hampir 90% dari
LSM tersebut mengandalkan dana asing. Hubungan pemerintah dengan LSM dapat
diidentifikasi dalam beberapa kemungkinan, seperti saling mengabaikan, saling
mendukung, serta kerja sama atau kooptasi atas perimbangan dimensi keuangan,
organisasi dan kebijakan. Terkait dengan wacana Civil Society, pemikiran bangsa yang demokratis dimulai dari bawah
atau dari masyarakat Akar Rumput. “Civil Society” merupakan sebuah konsep
yang luar biasa yang mempunyai karakter ambiguitas atau elastisitas, sehingga
aplikasinya harus didahukui dengan pendefinisian konsep tersebut.
Pengertian umum dari istilah NGO atau LSM pada
dasarnya sama dengan pengertian umum lembaga sukarela, PVOs (Private Voluntary Organizations) atau
ORNOP (Organisasi Non Pemerintah) yang berasal dari triminologo PBB, yaitu NGO
(Non Govermental Organization).
Pembagian generasi LSM menurut Zaim Saidi, Generasi pertama, sebagai generasi
relief and welfare. Generasi kedua, sebagai generasi small scale, self reliance
local development. Generasi ketiga, sebagai generasi sustainable system
development. Generasi keempat, sebagai generasi people movement.
Akuntansi yang diterapkan pada LSM memiliki kaitan
erat dengan penerapan dan diperlakukan akuntansi pada domain publik. Domai
publik yang dimaksud adalah masyarakat yang didampingi oleh LSM terkait. Tidak
dapat dipungkiri bahwa LSM mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan
bermasyarakat di seluruh Indonesia. Selama ini, aktivitas LSM lebih banyak
berupa program-program bantuan dan layanan sosial, terutama bagi kelompok
masyarakat yang lemah. Akuntansi merupakan suatu kegiatan yang akan mengarah
pada pencapaian hasil dalam tingkat tertentu dan bermanfaat bagi kehidupan LSM
tersebut. Seperti halnya dengan akuntansi organisasi publik lainnya, akuntansi
LSM terkait dengan tiga hal pokok, yakni penyediaan informasi, pengendalian
pengelolaan, dan akuntabilitas.
Pendanaan
LSM dapat diperoleh dari sumber lembaga donor baik nasional maupun
internasional, fundraising lembag,
atau masyarakat. Penerimaan dan penggunaan dana yang diperoleh dari pihak luar
negeri diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar
tuntutan akuntabilitas, yang dalam hal ini pertanggung jawaban keuangan
terhadap segala aktivitas pada semua organisasi LSM, adalah PSAK No. 45
mengenai pelaporan keuangan organisasi nirlaba. Pada hakikatnya, orang belum
dapat dikatakan paham dalam menyusun laporan keuangan jika belum memahami
siklus akuntansi. Akuntansi pada dasarnya, merupakan suatu proses pengolahan
informasi akuntansi yang salah satunya adalah laporan keuangan. Akuntansi
mendefinidikan biaya sebagai sumber daya yang dikorbankan untuk mencapai tujuan
tertentu. Proses akuntansi biaya di tunjukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai
dalam organisasi LSM. Siklus akuntansi biaya LSM sangat dipengaruhi oleh siklus
kegiatan LSM tersebut. Siklus kegiatan LSM dimulai dengan pemberian barang atau
peralatan dan jasa berdasarkan kegiatan program yang telah ditentukan. Bagian
dari penetapan sistem pengendalian keuangan adalah untuk memastikan bahwa dana
telah dibelanjakan sesuai alokasinya. Laporan biaya LSM dirancang untuk
melaporkan “apa yang sedang terjadi”
dengan biaya pelaksanaan kegiatan LSM. Informasi ini berisi laporan yang
berasal dari catatan akuntansi berupa penerimaan dan pembiayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Bastian,
indra.2007.Akuntansi
LSM dan Politik,jakarta:Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar