kumpulan materi kuliah akuntansi. siapa tau ajah bermanfaat!!! mohon dimaklumi jika penulisannya rada kacau ... :-p
Rabu, 11 April 2012
AKUNTANSI RUMAH SAKIT DAN RS BLU
Sifat dan Karakteristik Rumah Sakit
Definis rumah sakit menurut WHO
sebagaiman yang termuat dalam WHO Technical Report Series No. 122/1957 yang
berbunyi :”Rumah sakit adalah bagian
integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif kepada masyarkat, serta
pelaynan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah
sakit juga merupakan pusat pendidikan
dan latihan tenaga kesehatan serta pusat penelitian bio-medik.
fungsi utam rumah sakit adalah sebagai
sarana pelayanan kesehatan maupun bagian mata rantai rujukan pelayanan
kesehatan. Berdasarkan pengalaman sampai saat ini, pengaduan mengenai
pelanggaran etik maupun malpraktek yang dilakukan oleh dokter tidak kurang 80%
terjadi di rumah sakit. Lagi pula, segal prinsip yang berlaku di rumah sakit
secar proporsional dapat juga diberlakukan di saran pelayanan kesehatan lainnya.
Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan
ilmu serta teknologi kedokteran, rumah sakit telah berkembang dari suatu
lembaga kemanusiaan, keagamaan, dan sosial yang murni, menjadi suatu lembaga
yang lebih mengarah dan lebih berorientasi kepada “bisnis”, terlebih setelah
para pemodal diperbolehkan untuk mendirikan rumah sakit dibawah badan hukum
yang bertujuan mencari profit. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang padat
modal, padat karya, dan padat ilmu serta teknologi, dimana untuk mencapai
efisiensi dan efektivitas yang tinggi, diperlukan profesionalisme yang andal
dalam hal pengelolaan lembaga bisnis yang modern.
Kewaiban setiap insan kesehatan adalah
mensosialisasikan pengertian rumah sakit sebagai “unit Sosio-Ekonomi”, sehingga
persepsi masyarakat bisa berubah. Sosialisasi dikalangan insan kesehatan
sendiri dan para insan rumah sakit sangat diperlukan. Sebagai contoh, para
dokter dan para perawat tidak boleh menganggap rumah sakit sebagai lahan untuk
mencari nafkah semata, apalagi rumah sakit dianggap sebagai tambang emas untuk
menghimpun kekayaan. Rumah sakit sebagai lahan pengabdian profesiny
masing-masing merupakan pengabdian yang sepantasnya bag setiap insan kesehatan
atau insan rumah sakit.
Berikut ini ditampilkan sistem
pengelompokan rumah sakit yang paling umum digunakan saat ini :
1. Sistem
pengelompokan yang paling dirasa bermanfaat dan bertahan lama digunakan oleh
Asosiasi Rumah Sakit Amerika (AHA), dimana klasifikasi rumah sakit terbagi
menjadi rumah sakit pemerintah (komunitas) dan nonpemerintah (nonkominitas)
sesuai dengan tingkat akses pemerintah pada rumah sakit itu.
2. Jenis
pengelompokan lain adalah berdasarkan kepemilikan atau kontrol atas kebijakan
dan cara operasi rumah sakit. Rumah sakit dibawah kepemilikan kelembagaan atau
institusi dibagi dalam 4 kelompok : pemerintah nonfederal, non pemerintah
nirlaba, rumah sakit yang dimiliki investor, dan rumah sakit milik pemerintah
daerah.
3. Berdasarkan
rata –rata lam tinggal, rumah sakit sakit dikelompokkan menjadi rumah sakit
jangka pendek dan jangka panjang. Menginap dirumah sakit dikatakan singkat
apabila rata –rata tinggal kurang dari 30 hari; sementara rata-rata nasional
berda dibawah tujuh hari. Sedangkan diktakan lama bila tinggal lebih dari 30
hari.
4. Rumah
sakit dikelompokkan menurut jumlah tempat tidur : 6-24 tempat tidur, 25 -49,
50-99, 100-199, 200-299, dan 300 atau
lebih
5. Berdasar
akreditasi dan yang bukan.
6. Pendidikan
dan non pendidikan
7. Berdasar
integral vertikal atau konsep regionalisasi, yaitu rumah sakit dibagi menjadi
pusat layanan utama, layanan kedua, dan layanan ketiga
Tujuan
Organisasi
Rumah
sakit yang ideal adalah tempat diman orang-orang yang sakit bisa mencari dan
menerima perawatan, disamping memberikan pendidikan klinis kepada para mahasiswa
kedokteran, perawat, serta seluruh ahli kesehatan.
Modal
Pembangunan
kesehatan dimasa mendatang sangat tergantung pada kemampuan sumber daya manusia
yang ada di daerah.
Kecenderungan
yang terjadi adalah meningkatnya peran pihak ketiga dalam mengatur pembiayaan
kesehatan melalui sistem asuransi, baik publik maupun swasta. Keadaan ini juga
akan semakin berkembang di Indonesia dimasa yang akan datang bila perdagangan
antar negara menjadi semakin bebas.
Pertanggungjawaban
Sebagai bukti pertanggungjawaban unit pelayanan
rumah sakit pemerintah daerah, setiap unit rumah sakit berkewajiban memberikan
laporan akhir sebagai bukti pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan usaha
selam periode pelaporan. Laporan tersebut meliputi laporan alokasi dana,
laporan pendapatan, dan laporan pengeluaran ke pemerintah daerah setempat.
Etika Rumah
Sakit
Adalah etika terapan atau etika praktis yang
moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-isu praktis, seperti
perlakuan terhadap etnis minoritas, keadilan untuk kaum perempuan, penggunaan
hewan untuk bahan makanan atau penelitian, pelestarian lingkungan hidup,
aborsi, eutanasia, dan kewajiban bagi yang mampu untuk membantu yang tidak
mampu.
Pelayanan Rumah
sakit
Rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah yang
ada harus meningkatkan kepuasan pasiennya. Selain peningkatan mutu pelayanan
teknis medis, peningkatan mutu yang paling mudah dan murah adalah peningkatan
mutu pelayanan yang berhubungan dengan emosi pasien. Pelayanan yang dimaksud di
sini adalah pelayanan yang ramah, sopan santun, gesit, terampil, serta peduli
dengan keluhan pasien
Siklus Aktivitas
Rumah Sakit
Rumah sakit minimal mempunyai siklus aktivitas
sebagaiberikut : melakukan tindakan –tindakan medis seperti pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan kesehatan masyarakat. Secara lebih luas, tergantung
pada sumber daya yang dipunyai, sebuah rumah sakit dapat mempunyai siklus
aktivitas sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan kepada umum
2. Menyelenggarakan
pendidikan dan latihan tenaga medis, ahli dan para medis, baik yang
diselenggarakan sendiri maupun bersama dengan instansi lainnya,
3.
Mengadakan dan melakukan penelitian.
Ø
Jenis
– jenis Anggaran Rumah Sakit
1.
Anggaran modal
Adalah
anggaran yang terdaftar dan tergambar dalam perencanaan penambahan modal.
Anggaran ini berisi daftar modal proyek yang diajukan selama tahun yang akan
datang. Dampak anggaran tersebut mencakup seluruh pengeluaran aktiva yang
terencana selama setahun.
2. Anggaran
kas
Adalah
anggaran yang tercatat dalam rencana penerimaan dan pengeluaran kas. Kas
meliputi saldo tunai dan saldo rekening giro bank yang dimiliki entitas, serta
elemen-elemen lainnya yangdapat dipersamakan dengan kas
Anggaran
kas sangat terkait dengan komponen kas dari aktivitas opersai, investasi, dan
pembiayaan.
3. Anggaran
pelaksanaan
Adalah
anggaran yang telah tergambar dalam perencanaan aktivitas pelaksanaan. Anggaran
pelaksanaan terdiri dari tiga komponen :
a.
Penerimaan
b.
Biaya dan pengeluaran
c.
Pengukuran hasil
Akuntansi Rumah Sakit
Secara
operasional manajemen keuangan di Rumah Sakit harus dapat menghasilkan data,
informasi dan petunjuk untuk membantu pimpinan Rumah Sakit dalam meerncanakan,
mengendalikan dan mengawasi seluruh kegiatan agr a mutu pelayanan dapat dipertahankan/ditingkatkan
pada tingkat pembiayaan yang wajar.
Akuntansi ialah suatu
sistem yang merupakan salah satu pokok kegiatan dalam manajemen keuangan yang
terdiri dari kegiatan mencatat, mengklasifikasikan dan menyimpulkan semua transaksi
dan kejadian kejadian dalam suatu
organisasi yang menyangkut keuangan, sehingga didapatkan suatu data atau
informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan.
Hasil akhir dari
akuntansi adalah laporan keuangan yang berbentuk :
a. Neraca
(Balance sheet)
b. Laporan
keuangan (Income statement)
c. Laporan
perubahan keuangan.
Ditinjau
dari segi pembukuan, akuntansi dibagi menjadi 2 sistem yang sangat penting
yaitu :
a. Sistem
Cash Basis atau Kas Stelsel
Yang
telah dipakai oleh pemerintah kita termasuk RS Pemerintah. Dalam sistem ini
hanya dicatat "penerimaan" dari pengeluaran uang, sehingga sebetulnya
sistem ini sangat sederhana, mudah dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian
tinggi. Di samping itu pengawasan menjadi lebih mudah. Penerimaan akan dicatat
jika telah diterima uang dan pengeluaran dalam satu tahun anggaran yang
ditentukan.
b. Accrual
Basis
Pada
sistem ini transaksi dan peristiwa diakui pada saat kejadian, bukan pada saat
hak diterima atau dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang
bersangkutan. Dengan kata lain penghasilan diakui pada saat penyerahan
barang/jasa, bukan pada saat kas diterima; dan biaya diakui pada saat
terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan metode aktual, harta daki ui
pada saat diperoleh kepemilikannya.
Karakteristik
Kualitas Informasi
a. Kualitas
informasi akuntansi
Laporan
keuangan ditujukan agar dapat bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Hal ini
menunjukkan adanya tuntutan kualitas informasi tertentu yang bersifat :
-
Dapat dipahami
-
Relevan yaitu bermanfaat bagi peramalan
dan penegasan keputusan
-
serta evaluasi masa lalu
-
Handal (reliable) yaitu penyajian
jujur, substansi mengungguli
-
bentuk, netralitas, pertimbangan sehat
dan lengkap.
-
Berdaya banding (comparability)
Oleh
karena itu kebijakan akuntansi yang dianut harus konsisten, namun bila ada
alternatif lain yang lebih relevan dan andal konsistensi ini tidak perlu
dipertahankan. Hanya perubahan tersebut perlu diberitahukan kepada pembaca laporan
keuangan.
b. Kendala terhadap terpenuhinya kualitas
umum dari informasi di atas antara lain :
o
Ketepatan waktu;
Laporan yang
tertunda dapat menghasilkan informasi yang kurang relevan. Sebaliknya untuk
menghasilkan informasi yang tepat waktu seringkali mengurangi keandalan informasi.
Untuk mengimbangkan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil
keputusan merupakan pertimbangan yang menentukan.
o
Keseimbangan biaya dan manfaat;
Biaya
membuat informasi jelas harus lebih rendah dari manfaatnya. Pertimbangan ini
jelas berdampak pada cara pencatatan dan penyajian laporan akuntansi yang
dipilih.
Asumsi Akuntansi
a. Dasar
akrual
b. Kesinambungan
(going concern)
c. Kesatuan
ekonomi.
Dalam
akuntansi, organisasi usaha dipandang sebagai kesatuan ekonomi yang terpisah
dari pemilih/pendiri dan unit organisasi lainnya.
d. Transaksi
bebas
Transaksi
akuntansi lebih diasumsikan selalu terjadi di antara pihakpihak yang bebas yang
sanggup melindungi kepentingan. Dengan demikian, harga yang terjadi dari
transaksi tersebut adalah harga yang objektif.
e. Pengukuran
dalam nilai uang
Akuntansi
menggunakan uang sebagai denominator umum. Akibatnya hanya faktor/transaksi
yang dapat dianjurkan dalam nilai uang
yang dicatat dan dilaporkan dalam akutansi. Selain itu, dalam akuntansi uang
diasumsikan merupakan ukuran yang stabil, sehingga perubahan nilai beli dari
uang diabaikan.
5. Standar Akuntansi Keuangan
Merupakan
pedoman/acuan dalam penyusunan laporan keuangan yang
disusun
oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) 1994.
6. Kebijakan Akuntansi
Kebijakan
akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip dasar-dasar,
konvensi,
peraturan dan prosedur yang digunakan manajemen dalam
penyusunan
dan penyajian laporan keuangan. Dalam Rumah Sakit
Swadana
telah berlaku kebijakan akuntansi Rumah Sakit dengan
menggunakan
cash basis dan accrual basis yang sementara berjalan
paralel.
Dalam mengatur rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Swasta (Private
Hospital)
Dalam hal ini,
pelaksanaan akuntansi yang dikembangkan oleh Financial Accounting Standards
Board – FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan).
2.
Rumah Sakit yang Dikelola Pihak Pemerintah (Public Hospital)
Dalam hal ini,
pelaksanaan akuntansi dilaksanakan berdasarkan standar akuntansi yang dikem
bangkan oleh
Govermenttal Accounting Standards Board – GASB (Dewan Standar Akuntansi
Pemerintah).
A.
Akuntansi Dana di Rumah Sakit
Dalam akuntansi dana untuk rumah sakit, penyajian laporan informasi
keuangan mengharuskan pembentukan dana (fund)
yang dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Dana Tidak Terikat (Unrestricted Fund)
Yaitu dana yang
tidak dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu.
2.
Dana Terikat (Restricted Fund)
Yaitu dana yang
dibatasi penggunaannya pada suatu tujuan tertentu yang biasanya muncuul karena
permintaan dari pihak eksternal yang memberikan sumbangan.
Terikat tidaknya aktiva tergantung pada ketentuan pihak lain (donor) yang
memberikan sumber keuangan
Tidak ada PSAK
khusus yang mengatur standar akuntansi untuk rumah sakit. PSAK yang paling
“cocok” untuk sementara waktu digunakan adalah PSAK 45 tentang organisasi
nirlaba.
Berdasarkan PSAK
45, akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana tunggal. Namun
aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:
- Dana tidak terikat
- Dana terikat sementara
- Dana terikat permanen
Ruang
Lingkup Akuntansi Rumah Sakit
1. Laporan hasil usaha
Walaupun
Rumah Sakit Pemerintah berorientasi sosial atau nir laba, namun dengan
perubahan menjadi Unit Swadana, maka mencari laba usaha adalah penting walaupun
bukan menjadi tujuan utama pendirian Rumah Sakit tersebut. Sisa hasil usaha
Rumah Sakit Swadana berbeda dengan SHU badan usaha lainnya atau Rumah Sakit
yang berbentuk PT, pada Rumah Sakit Swadana tidak ada bagian yang diserahkan
kepada pemilik sebagai dividen.
a.
Pengertian SHU adalah kelebihan dari penghasilan
atas beban pada satu periode tertentu.
b. Manfaat SHU antara lain :
o
Memungkinkan analisis laporan keuangan
o
Memungkinkan laporan pertanggungjawaban
manajemen Setiap unit di Rumah Sakit
mempunyai kontribusi tersendiri terhadap SHU. Ada unit yang berkontribusi
sebagai penghasil keuntungan (profit center) dan ada yang sebagai pusat
pengeluaran beban (cost center). Laporan dapat bersifat kualitatif
sebagai basil peninjauan lapangan dan dapat bersifat kuantitatif/keuangan yang
diperoleh dan laporan-laporan unit center.
c. Penyajian didapat dari:
o
Penyajian penghasilan yang berasal dari
pendapatan kegiatan usaha (operating revenues) yaitu semua penghasilan
(bruto) yang timbul dari aktivitas utama Rumah Sakit seperti pelayanan jasa
medis dan kesehatan di Unit Rawat Inap, Rawat Jalan, penunjang medik dan lain-lain
o
Penyajian penghasilan yang berasal dari
penghasilan lain-lain yang merupakan semua basil yang diperoleh bukan dari
aktivitas utama Rumah Sakit seperti parkir, WC, bunga bank dan lain-lain.
o
Beban (expenses) yaitu biaya yang
secara lang sung telah dimanfaatkan di dalam kegiatan memperoleh penghasilan
dalam suatu periode tertentu.
Terdiri
dari :
-
beban dari kegiatan usaha yaitu beban yang
timbul sebagai akibat dari kegiatan utama Rumah Sakit seperti gaji seluruh karyawan,
harga pokok obat/bahan habis pakai, snack karyawan, sparepart peralatan medik
dan lain-lain.
-
beban umum dan administrasi yaitu beban
yang timbul bukan diakibatkan langsung dari kegiatan memperoleh pendapat usaha
Rumah Sakit seperti beban gaji direksi dan karyawan adiministrasi umum, ATK dan
lain-lain
-
beban lain-lain adalah semua beban yang
itmbul bukan dikarenakan dari pelaksanaan aktivitas utama Rumah Sakit, seperti
beban bunga dan lain-lain.
d. Bentuk laporan :
o Tunggal (Single
step)
Semua
penghasilan dikelompokkan
Semua beban
dikelompokkan
Selisih
penghasilan atas beban adalah SHU
PPH 25 maka
didapat SHU bersih.
o Bertahap
Setiap
penghasilan ataupun beban diuraikan secara rinci.
e.
Perkiraan luar biasa
Yaitu
perkiraan yang sifatnya abnormal/luar biasa (extra ordinary), bisa berupa
keuntungan atau kerugian luar biasa, seperti pelunasan hutang, gempa bumi,
kebakaran dan lain-lain.
B.
Dana-Dana dalam Akuntansi Dana Rumah Sakit
Dana dalam akuntansi dana rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Dana Umum (General Fund)
Damna umum
digunakan untuk mencatat sumber daya dana/dana yang diterima dan dibelanjakan
dalam menjalankan dalam menjalankan kegiatan operasional utama dari rumah
sakit.
2.
Dana Terikat
Kelompok dana (Fund Groups) yang digolongkan sebagai
dana terikat digunakan untuk mencatat dana yang penggunaannya dibatasi oleh
donor atau pihak yang mensponsori dana tersebut.
Laporan Keuangan Rumah Sakit
Dalam laporan keuangan rumah sakit terdapat empat laporan keuangan utama
yang dihasilkan oleh proses akuntansi, yaitu:
1.
Neraca
Terdiri dari
• Aktiva dan utang diklasifikasi menjadi:
–
Aktiva lancar – aktiva tetap
–
Utang lancar – utang jangka panjang
•
Aktiva bersih (ekuitas) diklasifikasi
berdasarkan:
–
Aktiva bersih tidak terikat
–
Aktiva bersih terikat temporer
–
Aktiva bersih terikat permanen
Neraca dalam rumah
sakit tidak mempunyai perbedaan mendasar baik isi maupun proses penyusunan dari
sudut pandang ilmu akuntansi dibandingkan dengan neraca perusahaan yang sering
kita kenal disektor komersial namun demikian ada beberapa hal yang secara
khusus perlu diperhatikan antara lain:
a.
Kas
Jumlah kas yang
tercatat dalam neraca tidak termasuk kas pada Dana Terikat yang tidak dapat
digunakan untuk kegiatan operasi.
b.
Piutang
Piutang harus
dilaporkan pada jumlah yang diperkirakan dapat direalisasi.
c.
Investasi
Investasi awal
dicatat pada harga perolehan pada saat pembelian, atau pada nilai wajar pada
saat penerimaan jika investasi diterima sebagai pemberian.
d.
Aktiva Tetap
Aktiva tetap
dilaporkan bersama dengan akumulasi depresiasinya dalam Dana Umum.
e.
Aktiva yang Disisihkan
Klasifikasi aktiva
terikat (restricted assets) hanya
diberikan pada dana yang penggunaannya dibatasi oleh pihak eksternal rumah
sakit yang mensponsori dana tersebut.
f.
Utang Jangka Panjang
Utang jangka
panjang dilaporkan pada neraca.
g.
Saldo Dana
Sesuai dengan
kaidah pembagian dana yang dijelaskan, saldo dana yang dimiliki oleh rumah
sakit dipisahkan menjadi tiga macam yaitu: terikat, terikat sementara waktu,
dan terikat permanen.
2.
Laporan Operasi
Untuk rumah sakit, hasil dari kegiatan operasinya
dilaporkan dalam Laporan Operasi (Statement
of Operations). Laporan ini mencakup tentang pendapatan, beban, untung dan
rugi, serta transaksi lainnya yang mempengaruhi saldo dana selama periode berjalan.
Dalam laporan operasi harus dinyatakan suatu indikator kinerja seperti halnya
laba bersih dalam perusahaan, yang melaporkan hal kegiatan operasi rumah sakit
selama periode berjalan. Indikator kinerja ini harus mencakup baik laba ataupun
rugi operasi selama periode berjalan maupun laba langsung yang diperoleh selama
operasi berjalan. Perubahan lain dari saldo dana selama periode berjalan harus
dilaporkan setelah indikator kinerja.
Berikut adalah pos-pos lain yng jga perlu menjadi
perhatian:
a.
Pendapatan Jasa Pasien
Pendapatan jasa
pasien dihitung dari jumlah bruto dengan menggunakan tarif standar. Jumlah
tersebut kemudian di kurangi dengan penyesuaian kontraktual (contractual adjusments) menjadi
Pendapatan Bersih Jasa Pasien.
b.
Penyesuaian Kontraktual
Penyesuaian
kontraktual berasal dari keterlibatan pihak ketiga dalam proses penggantian
pembayaran medis. Perusahaan asuransi biasanya mengganti kurang dari jumlah
tarif standar penuh untuk jasa medis yang disediakan bagi pasien yang menjadi
tanggunan asuransi. Meskipun rumah sakit memiliki tarif standar untuk jasa yang
diberikan, namun rumah sakit menjalin kontrak dengan pembayar pihak ketiga di
mana rumah sakit menerima jumlah pembayaran yang lebih rendah untuk jasa
tersebut.
c.
Pendapatan dari Kegiatan Lainnya
Pendapatan dari
kegiatan lain mencerminkan pendapatan dari sumber-sumber bukan pasien, seperti
kantin dan sewa parkir. Pendapaatan ini biaaanya mencerminkan jumlah bersih
dari operasinya, jadi bukan jumlah brutonya.
d.
Transfer Antardana
Tidaklah tepat untuk
tetap mengelola aktiva dalam Dana Terikat ketika persyaratan yang ditetapkan
oleh pihak sponsor atau donor sudah terpenihi. Dalam hal ini aktiva tersebut
harus ditransfer dari Dana Terikat ke Dana Tidak Terikat. Untuk tujuan
pelaporan keuangan, transfer antar dana ini dilaporkan dalam Laporan Operasi
sebagai “Pelepasan Saldo Dana” dan ditunjukkan sebagai penambahan atas Dana
Tidak Terikat.
Contoh Pendapatan:
1. Pendapatan
operasioal wajat jalan: karcis umum dan karcis spesialis.
2. Pendapatan
operasional rawat inap: akomodasi dan visite.
3. Pendapatan
tindakan medis: tindakan medik, dan tindakan keperawatan
4. Pendapatan
operasional unit penunjang: rasiologi, laboratorium, fisioterapi, farmasi, dan
rehab medik.
e.
Beban Dana Umum
Beban-beban dalam
Dana Umum diakui secara akrual, seperti halnya pada entitas komersial.
Contoh beban :
·
Biaya pelayanan: bahan, jasa pelayanan,
pegawai, penyusutan, pemeliharaan, asuransi, langganan dan daya, pelatihan, dan
penelitian.
·
Biaya umum dan administrasi: pegawai,
administrasi kantor, penyusutan, pemelihataan, langganan dan daya, pelatihan,
dan penelitian
f.
Sumbangan
Sumbangan (donasi)
dibagi menjadi donasi yang terbentuk jasa dan berbentuk aktiva. Karena sering
kali sulit untuk menetapkan nilai dari donasi yang berbentuk jasa, maka nilai
dari donasi ini biasanya tidak dicatat. Namun, jika terdapat kebutuhan untuk
melakukan pencatatan, maka perkiraan nilai dari donasi jasa dicatat sebagai
sumbangan yang langsung diikuti dengan beban dalam jumlah yang sama. Sedangkan
donasi yang berbentuk aktiva dilaporkan pada nilai wajar pada tanggal
diterimanya sebagai sumbangan jika donasi aktiva ini penggunaannya dibatasi
oleh pihak sponsor atau donor maka dilaporkan dalam Dana Terikat Sementara atau
Dana Terikat Permanen. Ketika pembatasannya sudah tidak berlaku lagi, maka
dilakukan transfer dari Dana Terikat ke Dana Umum.
3.
Laporan Perubahan Aktiva Bersih
Laporan ini
menyajikan perubahan dalam ketiga kategori aktiva bersih yang Tidak Terikat,
Terikat Sementara, dan terikat Permanen.
4.
Laporan Arus Kas
Format dari laporan
ini serupa dengan yang digunakan untuk entitas komersial.
Laporan arus kas terdiri dari:
1. Aktivitas
operasi
2. Aktivitas
investasi
3. Aktivitas
pendanaan
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Terdiri dari :
1. Gambaran
umum RS
2. Iktisar
kebijakan akuntansi
3. Penjelasan
pos-pos laporan keuangan
Ditjen
Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi RS yang
sudah menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini berisi 10 bab:
1. Pendahuluan
2. Laporan Keuangan
3. Akuntansi Aktiva
4. Akuntansi Kewajiban
5. Akuntansi Aktiva Bersih (Ekuitas)
6. Akuntansi Perubahan Aktiva Bersih
7. Laporan Arus Kas
8. Catatan Atas Laporan Keuangan
9. Ilustrasi Laporan Keuangan
10. Rasio Keuangan
Rumah Sakit
Pemerintah Daerah sebagai Badan Layanan Umum (BLU)
A.
Pengertian Badan Layanan Umum (BLU)
Pengertian
atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu : Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi danproduktivitas”.
Pengertian
ini kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal
1 angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat
(1) yang menyebutkan bahwa “Badan
Layanan Umum dibentuk untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kemudian ditegaskan kembali
dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaan dari asal 69 ayat (7)
UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa “BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi
dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat”.
Sedangkan Asas BLU
diatur menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu:
1.
Menyelenggarakan pelayanan umum
yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah
secara hukum dari instansi induknya;
2.
Pejabat BLU bertanggung jawab
atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan instansi induk;
3.
BLU tidak mencari laba;
4.
Rencana kerja, anggaran dan
laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah;
5.
Pengelolaan sejalan dengan
praktik bisnis yang sehat.
Dari
uraian definisi, tujuan dan asas BLU, maka dapat terlihat bahwa BLU memiliki
suatu karakteristik tertentu, yaitu :
1.
Berkedudukan sebagai lembaga
pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara;
2.
Menghasilkan barang dan/atau
jasa yang diperlukan masyarakat;
3.
Tidak bertujuan untuk mencarai
laba;
4.
Dikelola secara otonom dengan
prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi;
5.
Rencana kerja, anggaran dan
pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk;
6.
Penerimaan baik pendapatan
maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung;
7.
Pegawai dapat terdiri dari
pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;
8.
BLU bukan subyek pajak.
Selain itu, sekalipun
BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan
pengelolaan keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu:
1.
BLU dibentuk untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa;
2.
Kekayaan BLU merupakan bagian
dari kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan
dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan;
3.
Pembinaan BLU instansi
pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan
oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan;
4.
Pembinaan keuangan BLU instansi
pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan
pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang
bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan;
5.
Setiap BLU wajib menyusun
rencana kerja dan anggaran tahunan;
6.
Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan disajikan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta laporan keuangan dan
laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah;
7.
Pendapatan yang diperoleh BLU
sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan
negara/daerah;
8.
Pendapatan tersebut dapat
digunakan langsung untuk membiayai belanja yang bersangkutan;
9.
BLU dapat menerima hibah atau
sumbangan dari masyarakat atau badan lain;
10.
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan pemerintah (dhi. PP No. 23
Tahun 2005).
B. Dasar
Pengaturan BLU
BLU
diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengaturnya, yaitu:
1.
Pasal 1 angka 23, Pasal 68 dan
Pasal 69 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
2.
PP No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
3.
PP No. 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
4.
Peraturan Menteri Keuangan No.
07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan
Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum;
5.
Peraturan Menteri Keuangan No.
08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa Pada Badan Layanan
Umum;
6.
Peraturan Menteri Keuangan No.
09/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada Badan Layanan Umum;
7.
Peraturan Menteri Keuangan No.
10/PMK.02/2006 jo. PMK No. 73/PMK.05/2007 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi
Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum;
8.
Peraturan Menteri Keuangan No.
66/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan, Dan
Perubahan Rencana Bisnis Dan Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan
Layanan Umum;
9.
Peraturan Menteri Keuangan No.
109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan Layanan Umum;
10. Peraturan
Menteri Keuangan No. 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif Dalam
Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk
Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
11. Peraturan
Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum;
12. Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;
13. Peraturan
Dirjen Perbendaharaan No. Per-50/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Oleh Satuan Kerja Instansi
Pemerintah Yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU);
14. Peraturan
Dirjen Perbendaharaan No. Per-62/PB/2007 tentang Pedoman Penilaian Usulan
Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
15. Peraturan
Dirjen Perbendaharaan No. Per-67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian
Laporan Keuangan Badan Layanan Umum Ke Dalam Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga.
C. Jenis
dan Persyaratan BLU
Apabila
dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1.
BLU yang kegiatannya
menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan,
pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;
2.
BLU yang kegiatannya mengelola
wilayah atau kawasan meliputi otorita pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi
terpadu (Kapet); dan
3.
BLU yang kegiatannya mengelola
dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan
tabungan pegawai.
Untuk menjadi sebuah BLU, maka harus memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur menurut Pasal 4 PP No. 23 Tahun 2005, sebagai
berikut:
1.
Persyaratan Substantif, apabila
menyelanggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
a.
Penyediaan barang dan/atau jasa
layanan umum;
b.
Pengelolaan wilayah/kawasan
tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum;
dan/atau
c.
Pengelolaan dana khusus dalam
rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
2.
Persyaratan Teknis, yaitu :
a.
kinerja pelayanan di bidang
tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui
BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD
sesuai dengan kewenangan dan
b.
kinerja keuangan satuan kerja instansi
yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan
penetapan BLU.
3.
Persyaratan Administratif,
yaitu :
a.
pernyataan kesanggupan untuk
meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b.
pola tata kelola (yang baik);
c.
rencana strategis bisnis;
d.
laporan keuangan pokok;
e.
standar pelayanan minimum; dan
f.
laporan audit terakhir atau
pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Atas
dasar itu maka penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM) menjadi bagian dari
proses kegiatan merubah bentuk RS menjadi bentuk BLU. SPM sediri didefinisikan
dalam PP 23 tahun 2004 sebagai spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan
minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat. Dari definisi ini terlihat
bahwa SPM harus memiliki indikator kinerja pelayanan dan standar (target)
pencapaiannya Kesimpulan sementara, dengan menjadi BLU maka RS memiliki
kebebasan untuk mengelola keuangannya, namun RS diminta “berjanji” untuk dapat
menyediakan pelayanan dengan indikator dan standar kinerja pelayanan yang baik
(dalam bentuk SPM) dengan kata lain, semakin tinggi “janji” yang diajukan
(tetapi masuk akal) maka semakin mudah keluarnya ijin BLU
D. Rumah Sakit
Sebagai BLU
·
Standar Pelayanan dan Tarif Layanan Rumah
Sakit
Pelanggan
baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan- keinginan ataupun harapan terhadap jasa yang
disediakan oleh rumah sakit. Mereka mempunyai persyaratan-persyaratan yang
diharapkan dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun demikian pelanggan eksternal
sebagai pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa yang diinginkan dapat
dipuaskan (customer satisfaction), sedangkan tenaga profesi mengajukan
persyaratan agar pelayanan yang disediakan memenuhi standar profesi, sedangkan
pihak manajemen menghendaki pelayanan yang efektif dan efisien. Jadi mutu dapat
dipandang dari berbagai sudut pandang
Pemerintah
Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang
ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan
kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Dalam hal
rumah sakit pemerintah di daerah (RSUD) maka standar pelayanan minimal
ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala daerah. Standar pelayanan
minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :
1.
Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti
mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi
BLU/BLUD;
2.
Terukur, merupakan kegiatan yang
pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
3.
Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata
yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan
tingkat pemanfaatannya;
4.
Relevan dan dapat diandalkan, merupakan
kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan
fungsi BLU/BLUD;
5.
Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal
dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit
Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan
atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif
yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per
investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri
keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan
kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan peraturan
menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan
ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1.
kontinuitas dan pengembangan layanan;
2.
daya beli masyarakat;
3.
asas keadilan dan kepatutan; dan
4.
kompetisi yang sehat.
Penentuan
tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan. Dengan demikian rumah
sakit pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost tracing) terhadap
penentuan segala macam tarif yang ditetapkan dalam layanan. Selama ini aspek penentuan tarif masih berbasis aggaran
ataupu subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang
tidak mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif
rumah sakit seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan
konsumen untuk membayar dan strategi yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan
dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang diharapkan. Yang perlu
diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada prosentase tertentu namun
berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan
penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah
sakit dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit
pemerintah adalah pemerintah daerah dan DPRD
·
Pengelolaan
Keuangan
Adanya
desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang Pemerintahan
Daerah (UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008), UU
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta
Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD, kemudian PP
No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PP No. 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan Permendagri No. 61 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah,
membuat rumah sakit pemerintah daerah harus melakukan banyak penyesuaian
khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun penganggarannya, termasuk penentuan
biaya.
Dengan
terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah mengalami
perubahan menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan
tidak lagi kepada Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen Keuangan, sehingga
harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada
prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan
disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri No. 29 Tahun
2002).
Penyusunan
anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari
indikator input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur
berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum, dan khusus untuk RSUD, pengelolaan keuangannya harus
mengacu dan berdasarkan Permendagri Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
·
Pelaporan
dan Pertanggungjawaban
BLU sebagai
instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat
nirlaba. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan
bahwa “Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi
Indonesia”. Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena BLU merupakan
badan/unit atau organisasi pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar
Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan
PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi
kepemerintahan yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah
semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK.
Laporan
keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang disusun oleh
pihak manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas.
Laporan keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan
rumah sakit pemerintah daerah harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan
keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi nirlaba (PSAK
No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh auditor
independen. Laporan keuangan rumah sakit yang harus diaudit oleh auditor
independen.
Adapun
Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang disusun harus
menyediakan informasi untuk:
1.
Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang
bersangkutan;
2.
Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit
(disajikan dalam bentuk
laporan
aktivitas dan laporan arus kas);
3.
Mengetahui kontinuitas pemberian jasa
(disajikan dalam bentuk laporan
posisi
keuangan);
4.
mengetahui perubahan aktiva bersih
(disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).
Sehingga, laporan keuangan rumah
sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:
1. Laporan
posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca).
Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya.
Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat
kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah
pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan
pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang
yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode
tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu;
2.
Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban
dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih);
3.
Laporan arus kas yang mencakup arus kas
dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan;
4. Catatan
atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau
temporer, dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.
Dalam hal konsolidasi laporan
keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan laporan keuangan kementerian
negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah daerah, maka rumah sakit
pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan
yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP (Pasal 6 ayat (4) PMK No.
76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan
Umum).
Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008
tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai
pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka rumah sakit pemerintah daerah
dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan
pelayanannya, menyusun dan menyajikan:
1.
Laporan Keuangan; dan
2.
Laporan Kinerja.
Laporan Keuangan
tersebut paling sedikit terdiri dari:
1.
Laporan Realisasi Anggaran dan/atau
Laporan Operasional;
2.
Neraca;
3.
Laporan Arus Kas; dan
4.
Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan Keuangan rumah sakit
pemerintah daerah tersebut sebelum disampaikan kepada entitas pelaporan direviu
oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan
pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern kementerian
negara/lembaga. Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan
anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan Laporan Keuangan
tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.
Ø RUMAH SAKIT
SEBAGAI BLU: TINJAUAN ASPEK PELAPORAN KEUANGAN
Organisasi
BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba kepemerintahan Sesuai dengan PP No:23
tahun 2005 pasal 26 menyebutkan bahwa akuntansi dan laporan keuangan
diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia. Ketentuan ini mengakibatkan ketidakkonsistensian
yaitu bahwa organisasi BLU yang cenderung sebagai organisasi kepemerintahan
tetapi pelaporan akuntansi menggunakan PSAK (standar akuntansi keuangan ) dari
IAI, bukan menggunakan PSAP Standar
akuntansi pemerintahan). Standar akuntansi pemerintah disusun oleh komite
standar akuntansi pemerintah (KSAP). Standar ini digunakan untuk organisasi
kepemerintahan dan merupakan pedoman dalam penyususnan dan penyajian laporan
keuangan. SAP dinyatakan dalam PSAP.
Organisasi
pemerintahan sebagai organisasi yang nirlaba semestinya menggunakan SAP bukan
SAK. Oleh karena itu jika rumah sakit pemerintah sebagai badan layanan umum
semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK, namun dalam PP disebutkan badan
layanan umum sebagai institusi yang nirlaba menggunakan SAK. Dalam hal ini SAK
yang tepat adalah PSAK no 45 yaitu standar akuntansi keuangan utuk organisasi
nirlaba.
PERBEDAAN PSAK 45 DAN SAP
PSAK
45
|
SAP
|
Badan
penerbitnya IAI
|
Badan
Penerbit KSAP
|
Laporan keuangan:
• Laporan aktivitas
• Laporan posisi
keuangan
• Laporan arus kas
• Catatan atas
Laporan keuang
|
Laporan keuangan:
• Laporan realisasi
anggaran
• Neraca
• Laporan arus kas
• Catatan atas
Laporan keuangan
|
Organisasi bisnis
Organisasi non
kepemerintahan
|
Organisasi
kepemerintahan
|
Pengguna:
• Masyarakat
• Lembaga donor
• Pemerintah
|
Pengguna:
• Masyarakat
• Wakil
rakyat/Pengawas/Pemeriksa
• Pemerintah
|
Laporan
keuangan rumah sakit merupakan laporan yang disusun oleh manajemen sebagai
media penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan rumah sakit
merupakan penyamapaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap entitas tersebut. Nilai lebih dari rumah sakit pemerintah menjadi
badan layanan uumun ditinjau dari isi pelaporan keuangan adalah rumah sakit
harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan organisasi nirlaba dan
menyanggupi untuk laporan keuangan tersebut diaudit oleh auditor
independence. Dengan kesanggupan tersebut tentu saja diharapkan rumah sakit
dapat mencapai tata kelola yang baik dan pelaporan yang transparans.
Ø RUMAH SAKIT
SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK TEKNIS KEUANGAN
Adanya isu
desentralisasi dan perundangan yang berlaku yaitu: UU no: 22 dan UU no: 25
tahun 1999 (UU no: 33 dan 36 tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, serta Kepmendagri no: 29 tahun 2002 tentang pedoman Umum Penyusunan
APBD, UU no: 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, UU no :25 tahun 2004 tentang
Perencanaan Pembangunan Nasional, PP no: 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan
Umum, PP no: 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, membuat rumah
sakit harus melakukan banyak penyesuaian khusunya dalam hal pengelolaan teknis
keuangan maupun penganggaraannya, termasuk penentuan biaya.
Rumah sakit
pemerintah dituntut untuk menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu. Dalam pengelolaannya
rumah sakit pemerintah memiliki peraturan pendukung yang terkait dnegan
pengelolaan keuangan yang fleksibel. Berdasar PP no: 23 tahun 2005 tersebut
rumah sakit pemerintah telah mengalami perubahan sebagai badan layanan umum.
Perubahan kelembagaan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan bukan lagi
kepada departemen kesehatan tetapi kepada departemen keuangan. Sebagaimana
telah diuraikan di atas dari aspek pelaporan keuangan yang harus mengikuti
standar akuntansi keuangan, maka dalam pengelolaan teknis keuangan pun harus
diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip akuntanbilitas,
transparansi dan efisiensi. Anggaran yang disusun rumah sakit pemeritah juga
harus disusun dengan berbasis kinerja (sesuai dengan Kepmendagri no 29 tahun 2002).
Berdasar prinsip-prinsip tersebut,
aspek teknis keuangan perlu didukung adanya hubungan yang baik dan
berkelanjutan antara rumah sakit,dengan pemerintah dan dengan para stakeholder,
khususnya dalam penentuan biaya pelayana kesehatan yang mencakup unit cost,
efisiensi dan kualitas pelayanan. Yang perlu dipertimbangankan lagi adalah
adalah adanya audit atau pemeriksaan bukan saja dari pihak independen terhadap
pelaporan keuangan tetapi juga perlu audit klinik. Dengan berubahnya
kelembagaan sebagai BLU tentu saja aspek teknis sangat berhubungan erat dengan
basis kinerja.
Sesuai
syarat-syarat BLU bahwa yang dimaksud dengan persyaratan substantif,
persyaratan teknis dan persyaratan admnistratif adalah berkaitan dengan standar
layanan, penentuan tarif layanan, pengelolaan keuangan,tata kelola semuanya
harus berbasis kinerja.
Implementasi
aspek teknis keuangan bagi rumah sakit ini akan menjadi nilai plus dalam
upayanya untuk peningkatan kualitas jasa layanan dan praktik tata kelola yang
transparan. Perhitungan dan penelusuran terhadap unit cost memerlukan
persyaratan sbb:
1. Menuntut
adanya dukungan dari para stakeholder,
2. Memiliki
keinginan yang kuat dari rumah sakit untuk berbenah, tanpa meninggalkan misi
layanan sosial tetapi harus tetap mengunggulkan rumah sakit sebagai alat bargaining
position,
3. Kesanggupan
untuk mewujudkan desakan akuntabilitas dari publik kepada rumah sakit,
khususnya mengenai pola penentuan tariff,
4. Dukungan
dari seluruh tim ahli, baik ahli medis, komite medis, sistem informasi rumah
sakit, akuntansi dan costing.
Dengan
implementasi perubahan kelembagaan menjadi badan layanan umum, dalam aspek
teknis keuangan diharapkan rumah sakit akan memberi kepastian mutu dan
kepastian biaya menuju pada pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Ø RUMAH
SAKIT SEBAGAI BLU: TINJAUAN DARI ASPEK PERPAJAKAN
Rumah
sakit yang dimiliki oleh Pemerintah (RSU ataupun RSUD) didanai dari APBN dan
APBD, maka rumah sakit tidak memiliki kewajiban PPh terhadap diri sendiri.
Dengan kata lain, rumah sakit pemerintah tidak perlu melaporkan PPh 25 (SPT
Masa) maupu PPh 29 (SPT Tahunan) karena bukan subyek pajak. Namun untuk 12 kategori
sebagai unit pemerintah dan bukan subyek pajak, dalam Undang-undang pajak
penghasilan terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi rumah sakit yaitu:
1. Dibentuk
berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku,
2. Dibiayai
dengan dana yang bersumber APBN dan APBD,
3. Penerimaan
lembaga tersebut dmasukkan dalam anggaran,
4. Pembukuannya
diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara
Dengan
demikian karena RSU/RSUD mendapatkan pembiayaan dari luar APBN/APBD atau tidak
seluruh penerimaan dan pembiayaan tercatat dalam APBN/APBD, maka kewajiban
menghitung pajak sendiri (PPh 25/29) disamakan dengan badan swasta lain.
Berkaitan
dengan PP no 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, apabila RSU atau
RSUD (rumah sakit pemerintah) sudah mendapat penetapan sebagai BLU, karena
seluruh penerimaan dan pembelanjaan masuk APBN/APD, maka rumah sakit pemerintah
tersebut bukan merupakan subyek pajak sehingga tidak memiliki kewajiban
membayar PPh Badan (pasal 25 dan PPh 29). Namun demikian rumah sakit pemerintah
memiiliki kewajiban sebagai pemungut pajak PPh pasal 21, 23, 26, dan pasal 4
ayat (2) berkaitan dengan aktivitas pembayaran gaji, honor, jasa, sewa, dll kepada
karyawan dan pihak ketiga. Berkaitan dengan transaksi penyerahan obat kepada
pasien, rumah sakit juga berpotensi memiliki kewajiban memungut PPN (pajak
pertambahan nilai) dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
Ketentuan
khusus bagi organisasi sejenis Yayasan yang bergerak di bidang rumah sakit
berdasar SE-34/PJ.4/1995) adalah:
1.
Obyek Pajak, yang mmenjadi obyek pajak
adalah semua penghasilan yang diterima atau diperoleh sesuai dengan ketentuan
dalam UU no 17 tahun 2000, antara lain:
a. Penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan atau jasa,
b. Bunga
deposito, bunga obligasi, diskontto SBI dan bunga lainnya,
c. Sewa dan
imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
d. Keuntungan
pengalihan harta,
e. Pembagian
keuntungan dari kerjasama usaha,
2.
Jenis-jenis penghasilan yang diterima atau
diperoleh sehubungan dengan usaha/kegiatan yang dilakukan yayasan atau
organisasi sejenis yang bergerak di bidang pelayanan rumah sakit meliputi:
a.
Uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan,
b.
Sewa kamar/ruangan di rumah sakit,
poliklinik, pusat pelayanan kesehatan,
c.
Penghasilan dari perawatan kesehatan
seperti uang pemeriksaan dokter, operasi, rontgen, scanning, pemeriksaan
laboratorium, dll
d.
Uang pemeriksaan kesehatan termasuk general
check up,
e.
Penghasilan dari penyewaan alat kesehatan,
f.
Penghasilan dari penjualan obat,
g.
Penghasilan lainnya sehubungan dengan
pelayanan kesehatan,
Berkaitan dengan transaksi yang
berhubungan dengan Pph 21 di rumah sakit, terdapat ketentuan khusus bagi rumah
sakit, yaitu:
1.
Tenaga dokter berdasar status hubungan
kerja digolongkan menjadi:
a.
Dokter yang menjabat sebagai pimpinan rumah
sakit,
b.
Doker sebagai pegawai tetap atau honorer
rumah sakit,
c.
Dokter tetap yaitu dokter yang mempunyai
jadwal praktek tetap tetap bukan sebagai pegawai tetap rumah sakit,
d.
Dokter tamu yaitu dokter yang merawat atau
menitipkan pasiennya untuk dirawat di rumah sakit,
e.
Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit
untuk praktek,
Sedangkan untuk penghasilan dokter dapat dibedakan menjadi:
a.
Penghasilan yang bersumber dari keuangan
rumah sakit atau dari imbalan lain yang diterima oleh para dokter,
b.
Penghasilan yang berasal dari pasien yang
diterima oleh para dokter,
PENGURANGAN PENGHASILAN
Dalam
ketentuan perhitungan pajak penghasilan, yang dapat dikurangkan dari
penghasilan kena pajak adalah: (a). Biaya-biaya yang berhubungan langsung
dengan usaha, pekerjaan, kegiatan atau pemberian jasa untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dnegan
operasional penyelenggaraan rumah sakit, (b). Penyusutan atau amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai manfaat lebih dari 1 tahun,
dan (c). Subsidi yang diberikan kepada pasien yang tidak mampu ataupun biaya
pelayanan kesehatan yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi
yang sejenis yang tidak bergerak di bidang pelayanan kesehatan.
Perlakukan
pembukuan atas subsidi atau pembebanan biaya bagi pasien yang tidak mampu
adalah (a). Sejumlah bagian yang benar-benar dibayar oleh pasien merupakan
penghasilan dan biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah
biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan tagihan kepada pasien, atau (b).
Sejumlah yang seharusnya diterima atau diperoleh rumah sakit merupakan
penghasilan dan sejumlah subsidi (selisih antara yang seharusnya diterima rumah
sakit dengan yang benar-benar dibayar oleh pasien) merupakan tambahan biaya.
Apabila yayasan atau organisasi yang sejenis memberikan subsidi sebagian atau
seluruh biaya pelayanan kesehatan kepada pasien yang kurang mampu yang dirawat
di rumah sakit di bawah yayasan lain, maka pengeluaran subsidi dimaksud dapat
ditambahkan sebagai biaya oleh yasayan atau rumah sakit yang memberikan subsidi
tersebut.
OBYEK PPN
DALAM RUMAH SAKIT
Dalam Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-06/PJ.52/ 2000 tanggal 2 maret 2000 telah
ditegaskan bahwa instalasi farmasi (kamar obat) merupakan suatu tempat untuk
mengadakan dan menyimpan obat-obatan, gas medik alat kesehatan serta bahan
kimia yang bukan berdiri sendiri tetapi merupakan satuan organic yang tidak
terpisah dari keseluruhan rumah sakit. Selanjutnya ditegaskan bahwa penyerahan
obat-obatan yang dilakukan instalasi farmasi (kamar obat) tidak terutang PPN.
Dalam kenyataannya instalasi farmasi melayani rumah sakit yang terdiri dari
pasien rawat inap, pasien rawat jalan dan pasien gawat darurat. Mengingat
instalasi farmasi rumah sait melakukan pelayanan kepada pasien rawat jalan
sebagaimana lazimnya sebuah apotik, maka atas penyerahan obat-obatan oleh
instalasi farmasi kepada pasien rawat jalan tetap terutang PPN. Menurut PP no
50 tahun 1994, pedagang eceran adalah pengusaha yang dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha perdagangan dengan cara:
a. Tidak
bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lain,
b. Meyerahkan
barang kena pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti tok, kios atau
dengan cara penjualan langsung kepada konsumen akhir dari rumah ke rumah,
c. Menyediakan
barnang kena pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran,
d. Melakukan
transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului penawaran tertulis,
penwaran, kontrak atau lelang dan umumnya bersifat tunai dan pembeli pada
umumnya datang ke tempat penjualan langsung membawa sendiri barang kena pajak
yang dibelinya.
Dengan
demkian apabila apotik atau instalasi farmasi di rumah sakit bertindak sebagaimana
lazimnya apotik melakukan penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat jalan,
maka rumah sakit yang mempunyai instalasi farmasi/apotik tersebut merupakan
pengusaha kena pajak pedagang eceran. Selanjutnya PPN harus dibayar atas
penyerahan obat obatan kepada pasien rawat jalan oleh instalasi farmasi/apotik
adalah sebesar 2% dari jumlah seluruh penyerahan barang dagangan.
Rumah sakit
pemerintah sebagai badan hukum dalam pemberlakuan pajak pertambahan nilai tetap
mengacu pada ketentuan obyek PPN pada barang kenapajak pada umumnya tanpa
melihat klasifikasi organisasi sebagai BLU. Hal ini dapat ditegaskan bahwa
penyerahan obat-obatan oleh instalasi farmasi kepada pasien rawat inap tidak
dikenakan PPN, nanum kepada pasien selain rawat inap yang dilakuakn pleh apotik
maupun instalasi farmasi terutang PPN. Sedangkan PPN atas jasa pada rumah
sakit, menurut pasar 4 ayat 3 UU PPN jo Pasal 5 PP 144 tahun 2000, jasa
pelayanan kesehatan medis merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN 17.
DAFTAR PUSTAKA
Nordiawan, Deddy. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta:Salemba empat
Bastian, Indra. 2008. Akuntansi Kesehatan. Jakarta:
Erlangga.
PSAK
45 (REVISI 2010)
Langganan:
Postingan (Atom)